Yang pertama merayakan Maulid Nabi SAW adalah shahibul Maulid sendiri, yaitu Nabi SAW, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan Muslim bahwa, ketika ditanya mengapa berpuasa di hari Senin, beliau menjawab, “Itu adalah hari kelahiranku.” Ini nash yang paling nyata yang menunjukkan bahwa memperingati Maulid Nabi adalah sesuatu yang dibolehkan syara’.

Banyak dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.

PERTAMA, peringatan Maulid Nabi SAW adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan dengan beliau. Bahkan orang kafir saja mendapatkan manfaat dengan kegembiraan itu (Ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu Lahab, paman Nabi, menyampaikan berita gembira tentang kelahiran sang Cahaya Alam Semesta itu, Abu Lahab pun memerdekakannya. Sebagai tanda suka cita. Dan karena kegembiraannya, kelak di alam baqa’ siksa atas dirinya diringankan setiap hari Senin tiba. Demikianlah rahmat Allah terhadap siapa pun yang bergembira atas kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap orang kafir sekalipun. Maka jika kepada seorang yang kafir pun Allah merahmati, karena kegembiraannya atas kelahiran sang Nabi, bagaimanakah kiranya anugerah Allah bagi umatnya, yang iman selalu ada di hatinya? —)

KEDUA, beliau sendiri mengagungkan hari kelahirannya dan bersyukur kepada Allah pada hari itu atas nikmat-Nya yang terbesar kepadanya.

KETIGA, gembira dengan Rasulullah SAW adalah perintah Al-Quran. Allah SWT berfirman, “Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira’.” (QS Yunus: 58).

Jadi, Allah SWT menyuruh kita untuk bergembira dengan rahmat-Nya, sedangkan Nabi SAW merupakan rahmat yang terbesar, sebagaimana tersebut dalam Al-Quran, “Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya’: 107).

KEEMPAT, Nabi SAW memperhatikan kaitan antara waktu dan kejadian-kejadian keagamaan yang besar yang telah lewat. Apabila datang waktu ketika peristiwa itu terjadi, itu merupakan kesempatan untuk mengingatnya dan mengagungkan harinya.

KELIMA, peringatan Maulid Nabi SAW mendorong orang untuk membaca shalawat, dan shalawat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya.” (QS Al-Ahzab: 56).

Apa saja yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu yang dituntut oleh syara’, berarti hal itu juga dituntut oleh syara’. Berapa banyak manfaat dan anugerah yang diperoleh dengan membacakan salam kepadanya.

KEENAM, dalam peringatan Maulid disebut tentang kelahiran beliau, mukjizat-mukjizatnya, sirahnya, dan pengenalan tentang pribadi beliau. Bukankah kita diperintahkan untuk mengenalnya serta dituntut untuk meneladaninya, mengikuti perbuatannya, dan mengimani mukjizatnya. Kitab-kitab Maulid menyampaikan semuanya dengan lengkap.

KETUJUH, peringatan Maulid merupakan ungkapan membalas jasa beliau dengan menunaikan sebagian kewajiban kita kepada beliau dengan menjelaskan sifat-sifatnya yang sempurna dan akhlaqnya yang utama.

Dulu, di masa Nabi, para penyair datang kepada beliau melantunkan qashidah-qashidah yang memujinya. Nabi ridha (senang) dengan apa yang mereka lakukan dan memberikan balasan kepada mereka dengan kebaikan-kebaikan. Jika beliau ridha dengan orang yang memujinya, bagaimana beliau tidak ridha dengan orang yang mengumpulkan keterangan tentang perangai-perangai beliau yang mulia. Hal itu juga mendekatkan diri kita kepada beliau, yakni dengan manarik kecintaannya dan keridhaannya.

KEDELAPAN, mengenal perangai beliau, mukjizat-mukjizatnya, dan irhash-nya (kejadian-kejadian luar biasa yang Allah berikan pada diri seorang rasul sebelum diangkat menjadi rasul), menimbulkan iman yang sempurna kepadanya dan menambah kecintaan terhadapnya.

Manusia itu diciptakan menyukai hal-hal yang indah, baik fisik (tubuh) maupun akhlaq, ilmu maupun amal, keadaan maupun keyakinan. Dalam hal ini tidak ada yang lebih indah, lebih sempurna, dan lebih utama dibandingkan akhlaq dan perangai Nabi. Menambah kecintaan dan menyempurnakan iman adalah dua hal yang dituntut oleh syara’. Maka, apa saja yang memunculkannya juga merupakan tuntutan agama.

KESEMBILAN, mengagungkan Nabi SAW itu disyariatkan. Dan bahagia dengan hari kelahiran beliau dengan menampakkan kegembiraan, membuat jamuan, berkumpul untuk pengingat beliau, serta memuliakan orang-orang fakir, adalah tampilan pengagungan, kegembiraan, dan rasa syukur yang paling nyata.

KESEPULUH, dalam ucapan Nabi SAW tentang keutamaan hari Jum’at, disebutkan bahwa salah satu di antaranya adalah, “Pada hari itu Adam diciptakan.” Hal itu menunjukkan dimuliakan-nya waktu ketika seorang nabi dilahirkan. Maka bagaimana dengan hari dilahirkannya nabi yang paling utama dan rasul yang paling mulia?

KESEBELAS, peringatan Maulid adalah perkara yang dipandang bagus oleh para ulama dan kaum muslimin di semua negeri dan telah dilakukan di semua tempat. Karena itu, ia dituntut oleh syara’, berdasarkan qaidah yang diambil dari hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud, “Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, ia pun baik di sisi Allah; dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, ia pun buruk di sisi Allah.”

KEDUA BELAS, dalam peringatan Maulid tercakup berkumpulnya umat, dzikir, sedekah, dan pengagungan kepada Nabi SAW. Semua itu hal-hal yang dituntut oleh syara’ dan terpuji.

KETIGA BELAS, Allah SWT berfirman, “Dan semua kisah dari rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu, yang dengannya Kami teguhkan hatimu.” (QS Hud: 120). Dari ayat ini nyatalah bahwa hikmah dikisahkannya para rasul adalah untuk meneguhkan hati Nabi. Tidak diragukan lagi bahwa saat ini kita pun butuh untuk meneguhkan hati kita dengan berita-berita tentang beliau, lebih dari kebutuhan beliau akan kisah para nabi sebelumnya.

KEEMPAT BELAS, tidak semua yang tidak pernah dilakukan para salaf dan tidak ada di awal Islam berarti bid’ah yang munkar dan buruk, yang haram untuk dilakukan dan wajib untuk ditentang. Melainkan apa yang “baru” itu (yang belum pernah dilakukan) harus dinilai berdasarkan dalil-dalil syara’.

KELIMA BELAS, tidak semua bid’ah itu diharamkan. Jika haram, niscaya haramlah pengumpulan Al-Quran, yang dilakukan Abu Bakar, Umur, dan Zaid, dan penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang dengan wafatnya para sahabat yang hafal Al-Quran. Haram pula apa yang dilakukan Umar ketika mengumpulkan orang untuk mengikuti seorang imam ketika melakukan shalat Tarawih, padahal ia mengatakan, “Sebaik-baik bid’ah adalah ini.” Banyak lagi perbuatan baik yang sangat dibutuhkan umat akan dikatakan bid’ah yang haram apabila semua bid’ah itu diharamkan.

KEENAM BELAS, peringatan Maulid Nabi, meskipun tidak ada di zaman Rasulullah SAW, sehingga merupakan bid’ah, adalah bid’ah hasanah (bid’ah yang baik), karena ia tercakup di dalam dalil-dalil syara’ dan kaidah-kaidah kulliyyah (yang bersifat global).

Jadi, peringatan Maulid itu bid’ah jika kita hanya memandang bentuknya, bukan perincian-perincian amalan yang terdapat di dalamnya (sebagaimana terdapat dalam dalil kedua belas), karena amalan-amalan itu juga ada di masa Nabi.

KETUJUH BELAS, semua yang tidak ada pada awal masa Islam dalam bentuknya tetapi perincian-perincinan amalnya ada, juga dituntut oleh syara’. Karena apa yang tersusun dari hal-hal yang berasal dari syara’, pun dituntut oleh syara’.

KEDELAPAN BELAS, Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Apa-apa yang baru (yang belum ada atau dilakukan di masa Nabi SAW) dan bertentangan dengan Kitabullah, sunnah, ijmak, atau sumber lain yang dijadikan pegangan, adalah bid’ah yang sesat. Adapun suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentangan dengan yang tersebut itu, adalah terpuji.”

KESEMBILAN BELAS, setiap kebaikan yang tercakup dalam dalil-dalil syar’i dan tidak dimaksudkan untuk menyalahi syariat dan tidak pula mengandung suatu kemungkaran, itu termasuk ajaran agama.

KEDUA PULUH, memperingati Maulid Nabi SAW berarti menghidupkan ingatan (kenangan) tentang Rasulullah, dan itu menurut kita disyariatkan dalam Islam. Sebagaimana yang Anda lihat, sebagian besar amaliah haji pun menghidupkan ingatan tentang peristiwa-peristiwa terpuji yang telah lalu.

KEDUA PULUH SATU, semua yang disebutkan sebelumnya tentang dibolehkannya secara syariat peringatan Maulid Nabi SAW hanyalah pada peringatan-peringatan yang tidak disertai perbuatan-perbuatan mungkar yang tercela, yang wajib ditentang.

Adapun jika peringatan Maulid mengandung hal-hal yang disertai sesuatu yang wajib diingkari, seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan, dilakukannya perbuatan-perbuatan yang terlarang, dan banyaknya pemborosan dan perbuatan-perbuatan lain yang tak diridhai shahthul Maulid, tak diragukan lagi bahwa itu diharamkan. Tetapi keharamannya itu bukan pada peringatan Maulidnya itu sendiri, melainkan pada hal-hal yang terlarang tersebut. [infokito]

disarikan dari kitab Sayyid Prof. Dr. Muhammad ibn Sayyid ‘Alawi ibn Sayyid ‘Abbas ibn Sayyid ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki (1365 H -1425 H)

Sumber:

17 Komentar

  1. Dasarnya merujuk ke hadist mana?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buat ente sama aja. Tunjukkan hadits yang melarangnya !

      Hapus
    2. Lo mau ngomong kalo dalam hadits dan dalam Al- Qur'an gk ada lo gak mau lakuin,,,??? kenapa lo bs sholat??? kenapa lo bs wudzu??? adakah hadits atau al-qur'an yang menunjukkan tata cara solat dan tata cara wudlu..berikut rukunnya??? ampe mencret lo gk akan pernah nemuin,,,,

      Hapus
    3. ذكرالأنبياءمن العبادةوذكرالصالحين كفارةوذكرالموت صدقة وذكرالقبريقربكم من الجنة

      ayo lo ma'nain sendiri tu sokhih hadits nya...kurang ni tak ambilke dari dalil kitab kuning yg sering lo ejek,,

      قال الإمام أبوشامةشيخ النووي:ومن احسن ماإبتدع في زماننامايفعل كل عام في اليوم الموافق
      ليوم مولده صلى الله عليه وسلم من الصدقات والمعروف وإظهارالزينة والسرور...الخ

      tu taprokke matamu..

      Hapus
  2. Terlalu maksain ni namanya rasul puasa senin kamis untuk mengingat hari lahirnya tp napa kalian malah kumpul ama laki dan perempuan di suatu tempat melakukan ritual2 yg rasul sahabat dan 4 iman tidak pernah melakukanya? Aku sih ilmu agamaku cemen tp menurut sepengetahuan sy menjalankan sunnah itu sesuai yang di lakukan rasul bukannya melebihlebihkan krn ALLAH tidak suka yg berlebih lebihan rasul puasa senin kamis ya kita jg puasa senin kamis ngapain maulidan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau bahasanya "menurut saya" berarti kalimat anda menyesatkan !!!
      Hati2 bung

      Hapus
  3. Tidak bernama, tidak berarti :)

    BalasHapus
  4. artikel serupa http://lbm.mudimesra.com/2012/03/dalil-merayakan-maulid.html

    BalasHapus
  5. Tu yang tak bernama kayaTERORIS,,,otak KOMUNIS,,,ngomong aja "anonim" lo males IBADAH

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mas Akhmad Khadzik, sayang sekali sikap dan perkataan anda tidak sebagus nama anda. Kasar dan penuh emosi...Kita boleh punya prinsip, tapi jangan jadi fanatik. karena fanatik adalah ciri orang bodoh.

      Hapus
    2. Anonim, Ulama pun melaksanakan Maulid Nabi emang pintran mane sma elu??

      Hapus
  6. "fanatik adalah ciri orang bodoh".. sprti perkataan wahabi... :p

    BalasHapus
  7. Udah aja jgn gengsi klo sampean mau muludan laksanakan ja, tdk ada kata terlambat bagi golangan yg mau muludan, walaupun awala,y menentang, yukkk kita muludan bareng bareng

    BalasHapus
  8. Semua adalah pendapat alias ro'yu bukan wahyu....mending mauludan aja yuk....kan bisa nambah amal baik....heee berlebihan dlm amal shaleh kan di suruh...ayoooo muludannn.....barusan aku ngabisin duit buat muludan....sholli alaa muhammad

    BalasHapus
  9. Udahlah yg mau mauludan ya mauludan, yg gal mau mauludan ya jngan mauludan. Gitu aka kok repot. Lanaa a'maluna wa lakum a'malukum

    BalasHapus
  10. Assalamu'alaikum Ikhwah..
    Maaf kang, ana mau nanya ya..
    PERTAMA: Sebenarnya kita beragama ini utk apa sih? Apakah semakin tinggi iman kita maka semakin berhak bagi kita utk menebar kebencian, saling menghujat, merasa paling benar dan mengobarkan permusuhan?
    KEDUA : Tidak bisakah kita memberi udzur kepada saudara kita, barangkali dia berkeyakinan demikian karena memang demikianlah ilmu yang sampai kepadanya?
    KETIGA : Orang yang merayakan maulid dan sebaliknya, orang yang tidak merayakannya. Adakah diantara keduanya yang dihukumi KAFIR? Bila memang salah satu - menurut keyakinan anda - adalah KAFIR, maka silahkan anda mengumbar celaan kepadanya karena anda lebih patut untuk bertaubat.
    Benarlah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam: Man ya'isy minkum fasayarokhtilaafan katsiro. Fa'alaikum bisunnatii, wasunnatil khulafaaurrasyidiina min ba'di.
    Imam Malik Rahimahullah berkata (setelah membawakan Al Maidah ayat 3...): Maka apa yang tidak menjadi agama pada hari itu, tidak menjadi agama pula pada hari ini.

    Maaf Kang, Yu, Sedulur kabeh..
    Mengapakah kita tidak menjernihkan hati kita utk tunduk dan takut kepada Allah utk menerima syariat ini tanpa ada unsur amarah, dan memperturutkan nafsu?
    Tidakkah ingin kita hidup beragama sebagaimana sahabat Rasulullah yg senantiasa "sami'na wa atha'na" sehingga Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya?

    Tingal tersisa pertanyaan yang belum pernah terjawab:
    Pernahkan ada shahabat Nabi atau Imam yang Empat yang pernah merayakan Maulid sebagaimana kita rayakan?

    Sempurane bae ya Kang, Yu. Maaf kalau kurang berkenan.
    Tdk perlulah emosi. Tidak perlu juga kita khawatir dikucilkan karena kita berpegang dengan jalan yang lurus. Liannallaha Ma'anaa.

    Salam utk asatidz pesantren Buntet,
    Semoga Allah menunjuki kita semua kepada kebenaran, yaitu jalan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya Radhiyallahu 'anhum.
    وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين


    BalasHapus

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama