Berselimut permadani hitam

Kulangkahkan tangan tak berseni di atas sucinya secarik kertas Ditemani pena
Segelas kopi hanya terdiam termenung memandang, menanti tuk diseruput
Kusolek wajah suci kertas dengan cairan hitam

Entah makin rusak tak menentu, kecantikannya hilang seketika
Warna kantuk telah merasuk di otak, mengalir di tangan dan tumpah ruah di putih wajahnya, banyak meracuni Coreng-moreng jadinya
Saat itu, ku tak kenal waktu

Dari angka sembilan, hingga jarum menunjuk angka dua, hitamnya permadani makin kelam, awan kian tenggelam
Terkadang, sengaja kucuri hitamnya permadani untuk kemudian kutuangkan di atas sketsa KeCintaanku pada seni, kucurahkan semua

Ke Rinduanku akan sahabat yang makin hari kian menenggelamkan diriku dalam kesunyian, kesepian, nestapa yang tak berkesudahan

Kuambil keRiduanku pada mereka dari hatiku, untuk selanjutnya diguyurkan
Cinta dan Rindu itu kujadikan sebagai bumbu penyedap mata hati
Kuukir dalam berbagai jenis untuk kesatuan yang indah
Sengaja kupoles ayat 103 Ali Imron
"wa'tashimuu bi hablillah"

Mengingatkan kita akan pertalian kepada Sang Maha Pencipta "Wa laa tafarroquu"
Melarang kita untuk berpisah, maka bersatulah
Kita ikatkan dengan silaturrahmi

"Wadzkuruu ni'matallaah"
Bersyukurlah atas ni'mat yang telah diberikan Maha Pemberi Ni'mat

oleh Muhammad Syakir Ni'amillah



















Post a Comment

Lebih baru Lebih lama