Masa keakraban merupakan agenda tahunan Forsila BPC Jakarta Raya
yang pada tahun ini diselenggarakan di Pondok Pesantren Yatim dan Dhuafa
Madinaturrahmah, Gunung Picung, Pamijahan, Bogor, pada hari jumat sampai
minggu, 17-19 Oktober 2014.
Acara yang diketuai oleh Forsilawan (sebutan untuk anggota Forsila
BPC) Ade Syamsul Falah ini diikuti oleh 25 peserta dari berbagai daerah di
wilayah Jabodetabek dengan diisi materi keForsilaan yang dinarasumberi Forsilawan
Muhammad Zaim Nugroho, S.Sos.I (salah seorang pendiri Forsila BPC), materi
teknik persidangan yang dinarasumberi Forsilawan Zamakhsyari, materi peran alumni Buntet Pesantren di tengah masyarakat oleh K.H. Kabain, Motivasi oleh
Forsilawan Faisal Hilmi, seorang pembicara kelas internasional.
“Jadilah perwira, dan kapalnya adalah Forsila”, begitu pesan K.H.
Kabain kepada seluruh peserta dan panitia untuk memberikan semangat berkhidmat
kepada para kiai dengan menunjukkan eksistensi kegiatan-kegiatan yang
bermanfaat untuk umat pada saat penyampaian materi tentang peranan alumni
Buntet Pesantren di tengah masyarakat.
Pagi seusai jamaah subuh, tahlil dan debat tentang fenomena "jilboobs" menjadi penghangat suasana pagi kaki Gunung Salak yang dingin. Tengah malam
minggu diisi dengan evaluasi dari
materi-materi yang telah disampaikan hingga menjelang subuh. Sebagai penghangat
seusai merasakan dingin yang menusuk tulang, panitia menghadirkan api unggun.
Pada hari terakhir, acara dipenuhi dengan permainan yang mengandung
unsur-unsur kepemimpinan, keorganisasian, dan pemecahan masalah. Sehingga, para
peserta tidak merasa bosan dengan materi. Kemasan materi model seperti ini yang
harus terus dan perlu dikembangkan oleh panitia dan pembicara.
“Sekali santri, tetaplah santri.
Walau sudah keluar dari pondok, label santri akan terbawa sampai mati. Apabila
lepas lebel santrinya, maka hancurlah ilmu agama yang selama ini kita pelajari.
Santri adalah matahari atau cahaya buat dirinya, keluarganya dan lingkungannya.”,
tulis pengasuh Kiai yang juga pengajar di Kepolisian Bogor ini dalam status
facebooknya.
“Manfaat ilmu terletak dari keberkahan.
Dan keberkahan didapat selama santri masih mencintai gurunya dan pesantrennya. Bukan
kehebatan ilmu yang membuat seorang santri menjadi hebat. Tetapi, bagaimana
santri tersebut menghormati ilmu dan yang mengajarkan ilmu serta yang memiliki
ilmu tersebut”, lanjut beliau.
Acara yang bertemakan “Menjaga Akidah, Mempererat Ukhuwah” ini
ditutup dengan pembaiatan yang dipimpin oleh Forsilawan Zamakhsyari, penyematan
penghargaan kepada Forsilawan Ahmad Subhan Ainurrofiq sebagai peserta terbaik, berkat
kebijaksanaannya dalam memimpin simulasi sidang yang diricuhkan oleh sebagian
peserta dan panitia, serta pemberian santunan kepada para santri yang menghuni
Pondok Pesantren Madinaturrahmah sebagai wujud terimakasih atas kesediaannya
menerima dan menyambut baik acara tersebut.
Kegiatan semcam ini adalah suatu cara baik untuk menjadikan diri kita tetap menjadi santri dalam arti luas meskipun kita tidak lagi berada di ponpes. Kita juga bisa lebih mengembangkan potensi diri kita menuju masa depan lebih baik. Bahkan kita bisa lebih berperan aktif pada masyarakat yang lebih luas dengan membawa misi dan visi kepasantrenan. Selamat berjuang para Forsilawan.
BalasHapusOh ya lupa ... pemberi komentar di atas adalah alumni sekaligus warga bunpes, Ilham Suhrowardi, kebetulan juga Abahnya Ketum Forsila. Dan sekarang sedang bertugas di kab. Rembang sebagai abdi negara.
BalasHapusAlhamdulillah kegiatan MAKRAB ini dapat kita laksanakan setiap tahunnya dengan antusias alumni yang sangat baik.
BalasHapusRespon sacam ini akan menjadi pemecut semangat forsilawan dan forsilawati untuk mengembangkan buntet dan forsila tentunya menjadi pesantren dan organisasi yang dapat diperhitungkan dimata seluruh masyarakat. Semangat ini selalu kami tanamkan dihati para forsilawan forsilawati hingga semua harapan dapat kami wujudkan.
Terimakasih Abah. :)
SALAM PERWIRA..!! FORSILA..!!
Posting Komentar