KH Ahmad Manshur (kiri) bersama Komunitas Falak Buntet Pesantren dan Santri Pondok Pesantren Daarun Najaah saat rukyatul hilal di Menara Al-Husna Masjid Agung Jawa Tengah, Semarang (2012)

Kiai Imam bin Abdul Mun’im dikenal sebagai ahli falak Buntet Pesantren. Beliau menjadi salah satu sumber rujukan dalam menentukan kapan puasa Ramadan dimulai dan kapan berakhirnya.

Menjelang puasa tiba, masyarakat bertanya pada Kiai Imam, “Kiai, kapan puasa dimulai?”

“Lah, embuh kuh,” begitulah selalu Kiai Imam menjawab pertanyaan tersebut. Ia enggan berbagi informasi mengenai kapan awal puasa tiba, pun berakhirnya. Hal ini disebabkan karena informasi tersebut bersifat pribadi, bukan konsumsi masyarakat. Itsbat atau ketetapan kapan awal dan akhir Ramadan itu hanya boleh dilakukan oleh pemerintah.

Untuk mengakali agar informasi awal dan akhir puasa itu diperoleh, masyarakat melanjutkan pertanyaannya, “Kalau kiai, kapan puasanya?”

Menanggapi pertanyaan tersebut, Kiai Imam mengeluarkan ijtihadnya, “Kalau saya sih besok” atau “Saya sih lusa”.

Menurut penuturan Kiai Jalaluddin bin Kiai Abdurrahman Malibari, cicit Kiai Kriyan, Kiai Imam melaksanakan rukyatul hilal di atas rel kereta api yang melintasi Buntet Pesantren.

Imam Abu Abdillah Muhammad bin Abdurrahman al-Dimasyqi menulis dalam kitabnya Rahmat al-Ummah fi Ikhtilaf al-Aimmah, ulama telah bersepakat bahwa puasa Ramadan wajib dengan rukyatul hilal atau dengan menyempurnakan bulan Syakban 30 hari.

Dalam Fath al-Wahhab, Syaikhul Islam Zakariyya al-Anshari menuliskan beberapa hadits yang menjadi rujukan kesepakatan ulama mengenai wajibnya puasa dengan rukyatul hilal. Di antaranya, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, puasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah (idul fitri) karena melihatnya. Jika tertutup mendung, maka sempurnakanlah bulan Syakban 30 hari.

Selain hadits tersebut, ada pula hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan disahihkan oleh Imam Ibnu Hibban, bahwa Ibnu Umar pernah mengabarkan kepada Nabi Muhammad saw., “saya melihat hilal”. Maka Rasulullah pun berpuasa dan memerintahkan kepada manusia untuk berpuasa.
 
Hari ini, insya Allah, Komunitas Falak Buntet Pesantren akan melaksanakan rukyatul hilal di Pantai Baro, Gebang. Posisi hilal saat terbenam matahari nanti sudah lebih dari delapan derajat dan jarak ijtimak dengan ghurub sudah lebih dari delapan jam, tepatnya pukul 02.45.47 WIB. Mengingat hal tersebut, hampir dipastikan puasa jatuh esok, Sabtu, (27/5/2017), kecuali semua tempat rukyatul hilal tertutup mendung.

Hasil rukyatul hilal sore nanti akan dikabarkan ke PBNU yang kemudian akan diteruskan kepada Kementerian Agama sebagai lembaga yang berwenang menetapkan awal dan akhir Ramadan.

Rukyatul hilal berasal dari dua kata, yakni rukyat yang berarti penglihatan dan hilal yang berarti bulan sabit atau bulan yang terlihat pada awal bulan. Secara terminologi atau istilahi, rukyatul hilal berarti penglihatan terhadap bulan sabit untuk mengetahui kepastian masuknya bulan Qamariyah atau Hijriyah. Hilal dapat dilihat setelah terbenamnya matahari dengan lama dan letak bergantung pada hasil perhitungan yang ada. Kegiatan ini dilakukan pada setiap tanggal 29.

Dulu, hilal bisa dilihat dengan mata telanjang atau dengan bantuan alat sederhana untuk meletakkan pandangan tidak keluar dari garis yang telah dihitung. Namun, mengingat saat ini polusi udara sudah begitu mengotori ruang atmosfer sehingga mengaburkan pandangan dan menyulitkan mata untuk dapat melihatnya secara langsung. Hal tersebut menggerakkan ahli falak untuk menggunakan teknologi. Kini, rukyatul hilal bisa dilakukan dengan menggunakan teleskop robot yang tidak lagi perlu memicingkan mata untuk melihatnya karena sudah tersambung dengan laptop. Pada saat terbenamnya matahari, teleskop tersebut langsung mengarahkan dirinya pada letak hilal.

(Syakirnf)

1 Komentar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama