KH Syihabuddin Muhaimin dan tanda tangan duplikat oleh Husni Mubarok |
Masyarakat Buntet Pesantren kelahiran
tahun ’90-an ke belakang pasti mengenal sosok KH Syihabuddin. Masa kanak-kanak
warga Buntet tak lepas darinya. Pasalnya, ia merupakan guru Madrasah Ibtidaiyah
Wathaniyah yang dikenal begitu telaten mendidik anak-anak pada masa itu.
Saban masuk kelas, ia selalu
membawa carang, ranting bambu kecil. Bukan untuk memukul tubuh siswa
yang bandel di kelas, tetapi guna menunjuk pelajaran yang telah ia tulis dengan
kapur di papan tulis.
Ialah yang mengajari siswa bagaimana
memetal, yakni memisahkan huruf Arab yang bersambung, dan menyambung,
merangkaikan huruf Arab yang terpisah.
Setiap pekerjaan siswa, ia
periksa dengan teliti. Lantas, yang tak kalah membuatnya terkenang adalah cara
ia memberikan nilai pada setiap pekerjaan siswanya, istilah Buntetnya muntun
atau dipuntun.
"sret tik, ceroreroret,
tik," itulah yang ia ucapkan saban memberikan penilaian.
Sret adalah suaranya memberikan garis,
sedangkan tik pertama adalah tanda ia menuliskan angka nol. Sementara itu,
ceroreroret adalah dibunyikan saat ia membubuhi tanda tangannya dan tik sebagai
tanda akhir penilaiannya.
Jika lagu demikian sudah
disenandungkan oleh Kiai Hab, sapaan akrabnya, dapat dipastikan rona bahagia
terpancar dari wajah siswa. Pasalnya, mereka mendapatkan nilai sempurna,
sepuluh. Warga Buntet menyebutnya cekebek atau cekebeng.
Pelajaran imla memang sederhana. Seringkali
luput dari pantauan pelajar masa kini. Hal inilah yang begitu dikenang oleh
Husni Mubarok, warga Buntet Pesantren. Belakangan, pikirannya dipenuhi dengan
ingatan tentang sosok penyabar itu dan masa kecilnya.
“Diantara kenikmatan Ramadlan tahun ini bagiku adalah hari-hari
belakangan ini pikiranku dipenuhi dengan ingatan tentang beliau dan masa
kecilku,” tulis Husni pada akun Facebooknya, Rabu (23/5).
Kenangan ini, lanjutnya, terpancing karena ia sering menjumpai
anak usia SMA tapi tidak bisa imla/dikte Arab. Padahal mereka ngaji dengan rajin
dan/atau bahkan di pesantren.
“K. Syihab, jasamu amat sangat manfaat, melekat kuat didiriku,”
catatnya.
Statusnya ini langsung menuai komentar kenangan tentang sosok
Kiai Syihab. KH Ahmad Syauqi, misalnya. Ia menyebutkan bahwa tanda tangan Kiai
Syihab terkenal dengan lagunya. Bahkan, lanjutnya menimpali balasan Kang Husni,
lagu tersebut disuarakan bersamaan.
“Karo ambreg2an kah,” tulisnya.
Untuk Kiai Syihab, Al-Fatihah.
*Diolah dari status Facebook Kusni Waluyo, akun Facebook milik
Kang Husni Mubarok.
(Syakir NF)
Posting Komentar