Sumber: http://www.bafflebanon.org/media-center.php


Orang Buntet Pesantren mana yang tak kenal Ummi Kultsum? Sang diva Mesir itu punya tempat di seluruh warga Buntet. Saban walimah, suaranya akan menggema, memanggil undangan untuk segera hadir ke lokasi acara. Putri Syaikh Ibrahim al-Sayyid al-Baltaji juga selalu menemani perjalanan masyarakat Buntet Pesantren.

Lagu-lagunya yang bernuansa cinta selalu membuat dada bergetar. Paduan lirik dan nadanya begitu harmonis menyampaikan pesannya kepada pendengar, seakan merasakan betul apa yang terkandung dari setiap katanya.

‘Allimun(i) andam ‘ala (a)l-madli girahuh
Ajari aku menyesal atas masa lalu yang pilu

Itu salah satu penggalan bait yang ia nyanyikan. Judul lagunya inta ‘umri, engkau hidupku. Lirik itu dibuat oleh Ahmad Syafiq Kamil, seorang penyair kenamaan Arab abad 21. Lagu ini juga yang dapat mengantarkan Carmen Soleiman menjadi Arab Idol tahun 2012. Salah satu juri berhasil dibuat menangis olehnya.

“Allah ‘alaik ya Carmen,” kata juri yang lain.

Sekitar tahun 2008, Radio Komunitas Best FM pernah mendiskusikan lagu tersebut dan amal hayati. KH Ade Nasihul Umam dan KH Aris Ni’matullah menjadi pembedahnya. Seperti Carmen, dua kiai lulusan Mesir itu berhasil mengalirkan air mata para pendengarnya.

Selain Syafiq, penulis lagu Ummi Kultsum lainnya adalah Ahmad Rami. Penyair yang pernah ngangsu kaweruh di Perancis itu membuat 137 lagu dari 283 lagu yang Ummi Kultsum nyanyikan. Kiai Ade menyebut bahwa Ahmad Rami memiliki ketertarikan tersendiri kepada diva legendaris itu. Liriknya sengaja dibuat mukhatab agar saat Ummi Kultsum menyanyikannya seolah-olah tengah mengungkapkan perasaan kepadanya.

Taghib ‘anni wa layli yathul | Wa fikri fi hawaka masyghul
Kau berlalu dariku dan malam makin panjang | Sementara pikiranku sibuk dengan cintamu
(Dalili ihtar)

Hiya fi sam’i ‘ala thuli al-mada
Kenangan itu terngiang sepanjang masa
(Zikrayat, Qisshatu Hubbi)

Lagu lain yang kerap kali didengar oleh masyarakat Buntet Pesantren lagi adalah yang bernuansa keagamaan. Salah satu pengarangnya adalah Ahmad Syauqi. Wulida al-Huda dan Salu Qalbi adalah dua di antara lagu yang ia tulis. Lagu lainnya yang bernuansa reliji adalah yang berkisah tentang Rabiah al-Adawiyah.

Di samping tentang cinta dan keagamaan, Ummi Kultsum juga menyanyikan lagu perjuangan. Lagu ini asing di telinga warga Buntet Pesantren. Mungkin, karena Indonesia dan Buntet Pesantren, khususnya, sudah lepas dari masa penjajahan sehingga lagu itu tidak cocok lagi didengarkan.

Salah satu lagu yang menyuarakan perjuangan adalah karya Nizar Qabbani, penyair asal Suriah, yang berjudul asbaha ‘indi al-ana bunduqiyah, telah ada di sisiku sepucuk senapan. Judulnya saja menyiratkan peperangan. Liriknya ini lahir pada tahun 1968, terinspirasi dari perang Israel dengan bangsa Arab pada tahun 1967. Tahun 1969 Muhammad Abdul Wahhab menggubahnya menjadi lagu yang Ummi Kultsum nyanyikan. Abdul Wahhab juga menyanyikannya.

Ashbaha indi al-ana bunduqiyah | ila Filisthina khudzuni ma’akum Ila ruban hazinatin | kawajhi Majdaliyah | ila al-qibab al-khudlr | wa al-hijarati al-nabiyyah
Telah ada di sisiku sepucuk senapan | ke Palestina, bawa aku bersama kalian | ke bukit kesedihan | seperti wajah Magdalena | ke langit | dan batu kenabian
 ‘Isyrina ‘aman wa ana abhatsu ‘an ardlin wa ‘an hawiyyah | abhatsu ‘an bayti alladzi hunak | ‘an wathani al-muhathi bi al-aslak
Dua puluh tahun aku mencari tanah dan identitas | aku mencari rumahku yang terletak di sana | mencari tanah air yang dikelilingi tali
Abhatsu ‘an thufulati | wa ‘an rifaqi harati | ‘an kutubi | ‘an shuwari | ‘an kulli ruknin dafiin
Aku mencari masa kecilku | dan perkumpulan-perkumpulan di kampungku | buku-bukuku | potretku | setiap sandaran yang hangat

Perang itu berkecamuk sejak tahun 1948. Perang itu berlanjut di tahun 1956 dan tahun 1967 yang dikenal sebagai ‘perang enam hari’. Dua puluh tahun perjuangan Palestina belum membuahkan hasil. Mereka masih berusaha mendapatkan rumahnya kembali yang direbut oleh Zionis itu. Qabbani bahkan menggambarkan masyarakat Palestina mencari masa kanak-kanaknya dan identitasnya.

Haitsu kuntum ayyuha al-ahrar | taqaddamu | taqaddamu | ila Filisthina thariqun wahidun | yamurru min fauhati bunduqiyyah
Di manapun kalian berada, duhai orang-orang merdeka | Majulah! | Majulah! | ke Palestina hanya ada satu jalan | melalui mulut senapan

Puncaknya di akhir. Lagu yang semula menggambarkan muram itu berubah membangkitkan gelora. Bahkan Raja Penyair Arab itu menutupnya dengan hanya melalui peperangan, Palestina bisa merdeka.

Berdasar disertasi Virginia Louisse Danielson di Universitas Illinois (1991), situs web Almashriq memuat kelahiran sosok dive Mesir itu pada 4 Mei 1904. Danielson berdasarkan catatan kelahiran Provinsi Daqahliyah. State Information Service Your Gateway to Egypt mencatatnya kelahirannya pada tanggal 30 Desember 1898.

Ummi Kultsum wafat pada 3 Februari 1975. Kematiannya diiringi jutaan penggemarnya.

(Syakir NF)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama