![]() |
Sumber: Pinterest.fr |
Sebagaimana Maroko, Tunisia, dan
Turki, masyarakat Mesir juga punya tradisi khusus menyambut malam ke-27
Ramadhan. Pasalnya, mereka pun berkeyakinan yang sama bahwa lailatul qadar itu
muncul pada malam ganjil di sepuluh akhir bulan Ramadhan, lebih utamanya malam
ke-27.
Alumnus MA NU Putra Buntet Pesantren
Cirebon Bakri Nisshiddiq menjelaskan bahwa pada malam tersebut banyak orang
dermawan yang berbagi makanan, sembako, hingga uang.
“Di malam-malam tersebut, yang
dermawan pada bagi-bagi uang, bagi-bagi sembako, makanan dan sebagainya,”
katanya kepada Media Buntet Pesantren pada Sabtu (26/5).
Ia pernah mendapatkan 200 sampai 300
pound Mesir, setara dengan 200 ribu rupiah, meskipun pada umumnya orang mendapat 100 pound Mesir.
“Lumayan, paling banyak dapat 200
sampai 300 pound Mesir,” ujarnya.
Menurutnya, mereka membawa
persediaan yang cukup banyak. Bahkan, katanya, tinggal sampaikan saja jika
ingin meminta untuk rekannya di rumah.
“Minta buat temannya di rumah ya boleh.
Tinggal ngomong aja,” katanya diiringi tawa.
Mahasiswa Fakultas Dakwah
Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir itu mengatakan bahwa setiap lembaga
menggelar daurah di tempat pengajian setiap Ramadhan sebagai agenda
khusus mereka. Kitab-kitab tertentu mereka kaji hingga khatam. Selain itu,
taman budaya juga menggelar diskusi dengan tema khusus pada bulan tersebut.
Masyarakat Mesir juga memiliki tradisi
tersendiri untuk menyambut kedatangan bulan Ramadhan. Penyalaan lampu fanus di
rumah-rumah adalah tradisinya, kata Bakri.
Hidangan Tuhan
Tak sedikit muslim di Mesir yang
bepergian ngabuburit. Mereka pergi ke rumah makan untuk buka bersama.
Ada juga yang pergi ke tempat penjual jus, beli makanan persiapan berbuka
bersama keluarga. Sebagian lainnya beranjak ke maidaturrahman (hidangan
Tuhan) pada saat menjelang terbenamnya matahari tersebut.
“Maidaturrohman itu istilah
untuk kegiatan makan gratis untuk buka puasa,” terang Direktur Pusat Kajian
Ekonomi Islam (Pakeis) ICMI Orsat Kairo.
Sebelum maghrib, para pelajar dan
masyarakat sudah menduduki kursi masing-masing. Di depannya, sudah tersaji makanan
di atas meja. Kata Bakri, Lembaga atau perseorangan memberikan sajian tersebut
di pinggir jalan dengan menggelar tenda setiap hari. “Bisa jadi pribadi. Bisa
jadi lembaga,” jelasnya.
Maidaturrahman juga disajikan oleh pengurus masjid.
Bahkan, di masjid, terdapat kotak amal khusus untuk ifthar al-shaim,
buka bagi orang yang berpuasa.
“Malah di masjid masjid biasanya ada
kotak amalnya khusus tulisannya ifthor shoim atau maidaturrohman langsung
tulisannya,” katanya.
Bakri dan masyarakat Muslim Mesir
menghabiskan waktu selama sekitar 15 sampai 16 jam untuk berpuasa. Nasi atau pasta
menjadi menu berbuka mereka. Ayam atau daging, baik sapi ataupun unta dengan
dimasak semacam semur menjadi pelengkapnya. Selain itu, menu takjil mereka
adalah es tamr hindi (jus asam), air kurma, atau air jeruk.
“Ini bisa didapatkan secara gratis
di masjid-masjid besar atau di tenda tenda khusus di pinggiran jalan,” pungkas
alumni Pondok Pesantren Al-Ma’mun Buntet Pesantren, Cirebon itu.
(Syakir NF)
Posting Komentar