Oleh: Redaksi
Jika di Buntet Pesantren ada kyai yang menjadi pengurus komunitas Lintas Agama, KH. Wawan Arwani yang menjembatani dialog antara agama se Cirebon dan sekitarnya. Namun lain lagi dengan pesantren yang terdapat di kota Bantul, tepatnya di pesantren Budaya Ilmu Giri Imogiri, Daerah Istimewa Yogyakarta, ada 40 pemuda Kristen tengah mengikuti program "nyantri" singkat di Pesantren selama tiga hari pada bulan lalu (3-5 April 2008).
Program tersebut, merupakan penutup workshop "Islam dan Pluralisme" yang diselenggarakan The Wahid Institute bekerja sama dengan Crisis Center Gereja Kristen Indonesia (CC GKI), di Jakarta, Februari-Maret lalu.
Para santri yang tinggal di pesantren pimpinan KH. Nasruddin Anshoriy CH itu, para pemuda kristen itu diharapkan dapat mengenal dan memahami bagaimana kehidupan warga pesanten dan mengetahui wajah Islam yang damai dan toleran bersemi di pesantren yang umumnya tinggal di pedesaan. Namun sebelum tinggal di pesantren mereka, para pemuda kristen itu sebelumnya mengikuti materi perkuliahan keislaman dari tokoh-tokoh pesantren seperti KH A Mustofa Bisri dan KH Abdurrahman Wahid.
"Kegiatan ini juga diharapkan menjadi inspirasi bagi penyelesaian problem-problem kemanusiaan melalui jalur agama," kata Koordinator Program Dr Abd Moqsith Ghazali seperti dikutip koran Suara Pembaruan, 08 April 2008. Moqsith yakin, kegiatan ini membuat peserta mengetahui bahwa agama tak melulu mengurusi ritus peribadatan, tapi juga memiliki perhatian terhadap soal kemasyarakatan.
Bagaimana pendapat Pendeta dalam masalah ini, Suara Pembaruan mengutip Ketua CC GKI, Pdt Dr Albertus Patty ia berharap bahwa kegiatan ini memberikan pemahaman mengenai hubungan antaragama, problem kemanusiaan, dan kepedulian lingkungan. "Itu alasan memilih Pesantren Ilmu Giri yang peduli pada masalah kemanusiaan dan lingkungan hidup," katanya.
Sementara KH Nasrudin menegaskan, semua pihak, apa pun latar belakang agamanya, mesti mengambil bagian dalam kerja pelestarian linkungan. Islam, menurutnya, adalah agama yang ramah lingkungan.
Program The Wahid Institute-CC GKI sebenarnya sudah empat kali menyelenggarakan kegiatan serupa di Pesantren Cipasung Tasikmalaya dan Pesantren al-Mizan Majalengka. "Mudah-mudahan di masa mendatang, kegiatan ini bisa dilakukan dengan skala lebih luas," harap Direktur the Wahid Institute, Ahmad Suaedy.
Di Buntet Pesantren sendiri setiap moment Haul, biasanya mengundang barongsai milik salah satu Viahara di Kota Cirebon. Kebersamaan dalam budaya ini menambah sisi positif dalam hal hubungan kemanusiaan.
Pendeknya, hubungan antar agama sebenarnya bisa dibangun manakala individu dari komunitas itu sendiri mau terbuka dan mau bergaul dengan komuntas lain. Sungguh suatu hal yang bisa menyejukkan dalam iklim kebinekaan. (Zaim)
Para santri yang tinggal di pesantren pimpinan KH. Nasruddin Anshoriy CH itu, para pemuda kristen itu diharapkan dapat mengenal dan memahami bagaimana kehidupan warga pesanten dan mengetahui wajah Islam yang damai dan toleran bersemi di pesantren yang umumnya tinggal di pedesaan. Namun sebelum tinggal di pesantren mereka, para pemuda kristen itu sebelumnya mengikuti materi perkuliahan keislaman dari tokoh-tokoh pesantren seperti KH A Mustofa Bisri dan KH Abdurrahman Wahid.
"Kegiatan ini juga diharapkan menjadi inspirasi bagi penyelesaian problem-problem kemanusiaan melalui jalur agama," kata Koordinator Program Dr Abd Moqsith Ghazali seperti dikutip koran Suara Pembaruan, 08 April 2008. Moqsith yakin, kegiatan ini membuat peserta mengetahui bahwa agama tak melulu mengurusi ritus peribadatan, tapi juga memiliki perhatian terhadap soal kemasyarakatan.
Bagaimana pendapat Pendeta dalam masalah ini, Suara Pembaruan mengutip Ketua CC GKI, Pdt Dr Albertus Patty ia berharap bahwa kegiatan ini memberikan pemahaman mengenai hubungan antaragama, problem kemanusiaan, dan kepedulian lingkungan. "Itu alasan memilih Pesantren Ilmu Giri yang peduli pada masalah kemanusiaan dan lingkungan hidup," katanya.
Sementara KH Nasrudin menegaskan, semua pihak, apa pun latar belakang agamanya, mesti mengambil bagian dalam kerja pelestarian linkungan. Islam, menurutnya, adalah agama yang ramah lingkungan.
Program The Wahid Institute-CC GKI sebenarnya sudah empat kali menyelenggarakan kegiatan serupa di Pesantren Cipasung Tasikmalaya dan Pesantren al-Mizan Majalengka. "Mudah-mudahan di masa mendatang, kegiatan ini bisa dilakukan dengan skala lebih luas," harap Direktur the Wahid Institute, Ahmad Suaedy.
Di Buntet Pesantren sendiri setiap moment Haul, biasanya mengundang barongsai milik salah satu Viahara di Kota Cirebon. Kebersamaan dalam budaya ini menambah sisi positif dalam hal hubungan kemanusiaan.
Pendeknya, hubungan antar agama sebenarnya bisa dibangun manakala individu dari komunitas itu sendiri mau terbuka dan mau bergaul dengan komuntas lain. Sungguh suatu hal yang bisa menyejukkan dalam iklim kebinekaan. (Zaim)
Posting Komentar