Oleh: Saefuddin Muntasir
---------------
Awalnya saya ingin mengomentari tulisan kang Mustahdi tapi karena terlalu panjang saya buatkan postingan ini dengan bahasa apa anae ya.
Kang Mustahdi telah memberikan gambaran jelas kepada kita, bagaimana seorang yang bermodal Rp. 300.000 bisa mendatangkan usaha tani dan berhasil mengantongi keuntungan Rp. 200 juta. Mas Slamet, tulis kang Mustahdi yang hanya lulusan setingkat aliyah itu kini menjadi kebanggaan Indonesia.
Sayangnya Kang Mustahdi hanya memberikan sektor pertanian. Sementara itu, saya ingin menginformasikan bagaimana memanfaatkan kredit dari bank yang disediakan trilyunan rupiah untuk kita manfaatkan dengan tanpa agunan. Hanya cukup dengan KTP saja.
Informasi dari Kompas, 4 Juni 2008 menyebutkan bahwa pemerintah melalui kementrian usaha mikro, kecil, dan menengah agar KUR dapat menyentuh masyarakat tingkat bawah akhirnya terwujud. Pemerintah akhirnya memberikan kredit dengan plafon di bawah Rp 5 juta dan direspon dengan sangat baik oleh masyarakat, ujar Yasirin Ginting S, salah satu Pemimpin Wilayah Bank Rakyat Indonesia Bandung.
Di wilayah Jawa Barat sendiri menurut catatan Kompas, Sejak pemerintah menggulirkan kebijakan KUR 5 November 2007 lalu, pemanfaatan KUR di Jawa Barat terus meningkat. Peningkatan ini terjadi baik pada skema KUR dengan plafon Rp 5 juta hingga Rp 500 juta, maupun skema KUR berplafon di bawah Rp 5 juta atau biasa di sebut Kupedes.
Nah, jika mau meminjam uang tanpa jaminan ini, silahkan datangi bank-bank pemerintah semisal: BRI, BNI, Bank Mandiri, Bukopin dan lain-lain. Saya sendiri pernah datang ke BRI dan di sana ada selebaran kecil yang menginformasikan skema pinjaman dari 1 juta hingga 5 juta.
Program KUR ini sudah dibuat sekemanya oleh Komite Nasional Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia dan sudah dilaporkan presiden pada bulan Januari tahun ini. Kemudian program ini sudah berjalan bebeberapa bulan yang lalu dan masih tersedia trilyunan. Baru mencapai 21% saja dana ini dimanfaatkan, menurut Kompas. Ini berarti, jika komita yang menangani, maka pemerintah sangat serius membidangi ini.
Orang-orang Komite ini juga merupakan pejabat tinggi mereka datang ke Presiden seperti Bangun Sarwito Kusmuljono (Ketua KNPKMI), Deputi Menko Perekonomian Sahala Lumban Gaol, Deputi Menneg Kop dan UKM Mohammad Taufiq, Deputi Gubernur BI Budi Rochadi serta Dirut BRI, Sofyan Basyir. Saat menerima tamunya, Presiden didampingi Menko Perekonomian Boediono, Menko Kesra Aburizal BAkrie, Menkeu Sri Mulyani, Menneg Kop dan UKM Suryadharma Ali, Seskab Sudi Silalahi serta Jubir Presiden Andi A.
***
Untuk apa?
Namanya duit bisa untuk apa saja. Namun seperti dituturkan oleh Askrindo, sebuah lembaga penjamin yang ditunjuk untuk melindungi Kredit Usaha Mikro, siapa saja boleh meminjam asal memiliki KTP. Lalu uang tersebut dipinjam untuk usaha bukan untuk konsumtif. Lebih lanjut, seperti dalam dialog di TV-one, Direktur Askrindo menyatakan masyarakat yang dibolehkan meminjam ini adalah bagi yang sudah berusaha.
Selanjtunya jika sudash berhasil meminjam uang di bank, para santri atau alumni yang sudah lulus dan ingin usaha itu bisa dengan bebas memasarkan dagangannya. Apakah menjadi tukang baso pada awalnya, menjadi pedagang asongan atau apa saja. Itu adalah proses. Kita bisa belajar dari Cerita Kang Ghozi bagaimana beliau hingga sampai ke Negeri Inggris juga berawal dari nol dan siap berprofesi apa saja yang penting halalan toyyiban.
Apa yang saya ungkapkan ini bukan berarti menghilangkan nilai santri yang faseh dalam bidang agama. Ini hanya sebuah pilihan, jika santri mau berbisnis. Saya sendiri melilhat banyak santri-santri yang sudah lulus kemudian tidak menjadi pegawai tetapi menjadi pengusaha dari yang kelas asongan hingga yang berpenghasilan ratusan juta.
Tidak jauh-jauh, contohnya adalah para santri dari Mertapada Kulon/Wetan. Mereka di dearah lain berlomba-lomba menjadi pengusaha kayu jadi misalnya kusen, pergola, daun pintu. Lihat saja di kampung Mertapada, bagaimana kesuksesan para pengusaha kayu itu bisa dilihat. H. Durri juga adalah warga Buntet yang sukses merintis berbisnis jasa pembuatan kusen.
Satu lagi yang sangat saya kagumi adalah banyak sekali para lulusan pondok yang berasal dari Astana Japura berjualan minuman buah segar. Setiap kali saya punya kesempatan di komplek saya tinggal, kadangkala saya menikmati minuman segar khas anak-anak Japura berupa ES Buah Segar.
Akhirnya, tidak ada alasan untuk tidak berusaha dalam dunia ini. Islam sangat menghargai upaya manusia yang berdagang. "Tidak ada dosa atas kamu untuk mencari rezeki dari Tuhanmu." (al-Baqarah: 198)
Santri berdagang tentu memegang prinsip ayat ini: “Laki-laki yang berdagang dan jual-belinya itu tidak melupakan mereka daripada berzikrullah dan menegakkan sembahyang serta mengeluarkan zakat.” (an-Nur: 37)
Jadi tunggu apa lagi, lulus mondok mau berdagang atau bertani, atau tetap meneruskan sekolah atau langsung menjadi kyai, semuanya diserahkan masing-masing yang jelas jalan menuju kemakmuran dan menebarkan agama terbuka luas. Pun ah semonten mawon semoga bermanfaat. Wallahu a'lam.
-------------
H. Saefuddin Muntasir, Warga Buntet Pesantren yang kini menjabat sebagai Senior Accaounting di Bulog Jakarta.
Sumber:
- Situs Presiden SBY,
- Kompas:
- Antara:
- Foto dari google
Posting Komentar