Oleh: Redaksi
Sewaktu penulis bertemu kawan lama dari Buntet Pesantren, seringkali mereka bertanya pada saya apakah sudah masuk tarekat atau tarekat apakah yang dijalani. Rasanya pertanyaan itu terus terngiang di telinga sehingga kemudian penulis bertanya kepada kyai-kyai Buntet apa dan bagaimana sebenarnya duduk masalah dalam bertarekat itu. Inilah beberapa penjelasan kyai Buntet tentang tarekat yang diulas secara singkat.
 

 

 

Mendalami suatu ilmu ternyata ada dua; Ada ilmu dari Allah dan ilmu bersama Allah. Ilmu yang pertama, ilmu dari Allah telah ba­nyak digelar dimana-mana. Cirinya ada­lah salah satu guru memberikan ilmu­nya baik dengan ceramah, diskusi atau tanya jawab. Tujuan ilmu ini adalah agar orang yang diajarnya mengerti aga­ma. Satu lagi ada ilmu bersama Allah, ciri dari ilmu model ini adalah tidak mem­butuhkan kecerdasan para murid-murid­nya. Yang dibutuhkan adalah keu­let­an, kesabaran, tawakal. Tujuan akhir­nya ada­lah menem­pa orang-orang sabar, taqwa, tawakal dst. Ilmu model pertama bisa diwariskan sedangkan ilmu model kedua tidak bisa diwariskan.  

 

Mengapa Berthariqah

Dalam sebuah hadits ahad diceritakan: Suatu ketika berkumpul berdua antara Nabi saw dan Shahabat Ali ra. Kw. Imam Ali berkata: “Ya Rasul, adakah jalan pintas menemui Allah?". Padahal sebe­nar­nya Shahabat Ali kw pasti mengetahi banyak cara untuk mene­mui Allah: kerja karena Allah, Shalat Sunnah dan shalat wajib karena Allah, sedekah wajib atau sunnah karena Allah dan lain-lain. Itu merupakan contoh-contoh jalan menemui Allah. Tapi aneh mengapa ada per­tanyaan “adakah jalan sing­kat mene­mui Allah”.

 

Kemudian Rasulullah saw menjawab sing­kat: “Ada!” Lalu pintu ditutup dan dibe­­rikanlah cara-caranya:  ini, ini, ini. Dengan senangnya, Imam Ali kw membe­ri tahu cara yang baru saja disam­paikan oleh Rasulullah saw kepa­da Abu Bakar Siddik ra. Kemudian Abu Bakar Siddik ra memberitahukan kepada Tabiin; dari Tabi'in memberitahukan kepada tabi'it-tabi'iin,  te­rus-menerus ilmu itu di­sam­pai­kan  hingga tahun saat ini ajaran tarekat itu terus berkembang dan diajarkan persis seperti zaman Nabi saw.

 

Jadi dari Nabi hingga sekarang ilmu itu bersam­bung! Kalau diurutkan berdasar­kan generasi, maka dari zaman nabi hing­ga sekarang sudah mencapai puluhan gene­rasi murid  yang nama-namanya jelas. Jadi sebenarnya ada cara (ilmu) untuk menemui Allah yang diajarkan Rasulullah saw yaitu berdzikir dengan metode ter­sen­diri. Akhirnya oleh orang-orang yang dalam jaur generasi tersebut hingga tahun 2008 ini terkoor­dinir dengan rapih. Ma­sing-masing guru memiliki murid yang luar biasa banyaknya.

 

Jalan Rahasia

Dari peristiwa awal mula Rasulullah saw menyampaikan ilmu kepada Imam Ali kw dengan cara tertentu ini,  para ahli hadits meng­ambil kesim­pulan: berdasar­kan seo­rang diri sohabat Ali kw; dan atas dasar menutup pintu, berarti cara pe­nyam­paian ilmu jalan pintas menemui Allah ini amat secret (rahasia). Akhir­nya pada generasi selanjutnya, orang yang ber­hak memberta­hukan rahasia tersebut pun memiliki aturan ber­dasarkan con­toh Nabi saw tadi. Padahal kita memahami bahawa ilmu ha­rus di­sam­paikan dan dikeluarkan. Mesti­nya ti­dak perlu rahasia.

 

Namun untuk masalah ini ternyata berbeda dengan cara penyampaian ilmu-ilmu yang lainnya. Adapun cara yang digunakan adalah me­la­lui jalan ama­nat atau mandat. Sehingga, hanya orang-orang yang menerima ama­nat dan mandat saja yang ber­hak mem­beritahukan dan menjelas­kan ilmu ini. Hingga saat ini , Sehingga siapa saja yang bermaksud untuk mengetahui dan mempelajari serta mempratekkan ilmu ini mesti diajarkan oleh orang yang ber­hak.  

 

Dua Macam Jenis Guru

Guru itu ada dua: guru yang mengajarkan berbagai macam pengetahuan; fiqih, tasawwuf, akhlaq, nahu/sorof, tafsir dan lain-lain.  Ilmu tersebut mengajarkan: ja­di­lah orang yang ngerti agama; Ke­dua: ilmu praktek yaitu bertujuan me­lak­sa­na­kan jalan pintas menemui Allah. Guru itu memiliki tanggung jawab hingga di akhirat nanti.  Sebagai gambaran perbedaan antara guru praktek dengan guru penuntun agama adalah  semisal kita sama-sama naik da­lam satu bus.

 

Orang yang dijadikan seba­gai panutan, kita ganduli dan kita pegangi tiba-tiba turun di suatu tempat. Ia turun di tengah perjalanan, sementa­ra kita sendiri tidak tahu mau turun di mana. Akhirnya kita sendirian di dalam bus, dan orang yang kita senangi tadi juga sudah turun di suatu tempat sendirian.  Padahal waktu di bus akrab­nya luar biasa tapi ketika turun lain-lain. Ini adalah contoh ilmu pengetahuan yang diberi­kan oleh seorang guru.  Guru kedua adalah seorang guru yang akan bertemu dan berjalan hingga akhirat nanti secara bersama-sama.

 

Jika diibaratkan naik bus kita akan berdekatan terus, akan diper­ha­tikan te­rus, dimana tu­run­nya, kita akan bersama-sama sehingga bareng-bareng turun dan aman karena ditemani terus-menerus. Dengan kata lain, melalui cara tersebut, jika kita mengenal ulama yang mengajar­kan ilmu thariqah bisa kenal terus hingga sampai akhirat.  

 

HAMKA Masuk Thariqah

H. Abdul Karim Amrullah (HAMKA) adalah ulama Indonesia yang bersal dari Sumater Barat dan sangat terkenal di Indonesia maupun di dunia Islam. Salah satu karya monumental­nya adalah Tafsir AL Azhar. Bagaimanakah awal mula beliau tertarik kepada ilmu praktek ini ternyata memiliki cerita yang menarik.  

 

Suatu ketika HAMKA merenung seorang diri dan bertanya pada dirinya sendiri: “HAMKA, kau banyak karya sampai kau juga membuat tafsir AL AZHAR siapa yang tidak kenal kamu. Apa bekal kamu untuk menghadap Allah?" Dari pertanya­an ini, beliau berusaha mencari jawaban yang mantap.

 

Tidak tanggung-tanggung pencariannya hingga beliau berkeliling dunia. Namun pada akhirnya se­mua jawaban dianggap tidak tepat! Akhirnya kembali lagi ke Indonesia kemudian ketemu de­ngan ilmu yang yang satu jalur ini dan pada titik kesimpulannya beliau ber­kata: “Inilah yang aku cari!” setelah itu dia mengambil ilmu ini, dan mem­prak­tekan­nya hingga kurang lebih satu tahun beliau wafat.  

 

Ajaran Thariqah

Inti dari thariqah sendiri adalah bagai­mana berinteraksi dengan Allah kapan dan dimana saja melalui metode tertentu. Masing-masing thariqah berbeda meto­danya. Ber­dzikir dan ber­ibadah memiliki waktu dan tempat ter­tentu namu ketika kita berada di dalam WC bolehkah sambil mem­baca Qulhu misalnya. Hukum syariat mengatakan tidak boleh.

 

Tetapi melalui ajaran thariqah yang ilmunya diajarkan oleh Nabi saw ini, kita masih bisa meng­adakan interaksi dengan Allah di mana dan kapan saja dengan tanpa larangan.  Hukum mempelari ajaran thariqah ada­lah boleh (mubah) tidak wajib. Ha­nya saja memiliki prinsip atau disiplin harus mem­per­oleh ijazah melalui guru thariqah. Sebab paling tidak salah satu syarat  orang yang berhak membe­rikan ijazah paling tidak selama 40 tahun me­lak­sana­kan tahajud tidak pernah putus.  Karena­nya wakil talqin dalam tareqah ini tidak sembarang orang ia memi­liki disiplin diri yang ketat.  

 

Mengapa dan Apa yang dipelajari

Inti dari ajaran thariqah adalah bagai­mana berinteraksi dengan Allah secara simultan atau terus-menerus yang salah satunya adalah bagaimana mengucapkan kalimah Laa ilaaha illa Allah disertai gerakan yang sah. Meskipun sederhana na­mun setidaknya ada alasan-alasan ter­tentu sehingga kita mesti belajar.  Alasan­nya  adalah:

 

  • Meski mengucapkan kalimah Laa Ilaaha Illa Allah itu cukup mudah, na­mun biasanya ada gerakan tertentu ketika ber­dzi­kir. Masing-masing gerak­an tarekat berbe­da-beda. Dari sini kita mesti paham betul darimana dasar garakan ini. Mestinya gerakan-gerakan itu harus diajarkan oleh Nabi saw.
  • Di dalam berdzikir kalimah "Laa" kita mesti berkon­sentrasi. Sebab jiwa dan ruh ibarat kertas putih; konsentrasi ibarat pena; dan badan kita ditulis sendiri oleh pena tadi. Ilaaha  gerakannya kemana, Ilaal­lah harus bergerak ke mana. Setidaknya  harus ada 7 simpul badan yang harus dilalui. Sebab kalau gerakan itu tidak lang­sung diambil dari nabi, hanya ikut-ikutan bukan menuli­badan.
  • Mengapa yang diajarkan hanya Laa ilaaha Illallaah padahal amalan lain banyak seperti istighfar, shalawat tasbih dan lain-lain. Namun pada akhirnya kembali kepada Allah. Jadi intinya dalam thariqah ini cuma mem­beri tahu cara gerak dan bagaimana mengucap­kanNya dengan melalui 7 simpul.
  • Mempelajari ilmu ini waktu sebentar sekali. kira-kira hanya seperem­pat jam. Setelah bisa kita mem­prak­tekan­nya hingga akhir hayat.  Singkatnya, banyak cendekiawan dan alim ulama. Na­mun semuanya tidak mengajarkan ilmu beserta Allah; yang diajarkan mereka ada­lah ilmu dari Allah.  

 

 

Wallahu a'lam bishshowab. (M. Kurtubi)

 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama