Buntet Pesantren dengan umurnya yang
sudah mencapai beberapa generasi membuatnya telah mencetak para ulama ‘alim,
salah satunya adalah Kyai Anas yang tak lain merupakan adik kandung dari Kyai
Abbas, sesepuh Buntet Pesantren saat itu (Sesepuh Buntet Pesantren yang ke 4). Beliau
bersama Kyai-Kyai yang lain yang masih kerabatnya bahu membahu membantu sesepuh
Buntet Pesantren dalam mengembangkan Pesantren yang didirikan oleh Mbah
Muqoyyim ini.
Bapa Ahmad Zaeni Hasan, Ayah dari Bapak
Helmi Faisal Zaeni (Mentri Pemberdayaan Daerah Tertinggal) dalam buku
“Perlawanan dari Tanah Pengasingan Kyai Abbas, Pesantren Buntet dan Bela Negara
(Jakarta: eLSAS, 2000) menganalogikan waktu itu “sinar” Kyai Abbas benar-benar
terang sehingga Kyai-Kyai yang lain tampak kurang/tidak bersinar. Lebih lanjut
Bapa Zaeni Hasan menyebutkan bahwa salah satu Kyai yang sebenarnya “bersinar
terang” adalah Kyai Anas. Kyai Anas dikenal begitu tawadlu, beliau lebih
memilih menjadi “orang di balik layar” kesuksesan Buntet Pesantren dibanding
menjadi yang tampil di muka. Bahkan akhirnya beliau lebih memilih uzlah, menyingkir
dari Buntet Pesantren dan mendirikan Pesantren Sidamulya di daerah yang
berbatasan dengan Buntet Pesantren,
Kyai Ahmad Tidjani beserta istri saat ziarah di Panjalu, beberapa hari sebelum beliau wafat |
Sifat-sifat Kyai Anas yang ‘alim dan
tawadlu ternyata menurun ke anak cucunya, salah satunya adalah Kyai Ahmad
Tidjani bin Kyai Umar bin Kyai Anas, yang satu pekan kemarin dipundut Allah
SWT.
Jasa-jasa Kyai Ahmad Tidjani untuk
Buntet Pesantren sudah tidak terhitung, beliau menjadi pengasuh Pondok Darul
Hijroh, beliau juga menjadi pengurus YLPI Buntet Pesantren selama beberapa
periode dan salah satu yang dapat dengan jelas terlihat adalah Gedung MTs NU
Putra 1 Buntet Pesantren yang sekarang berdiri megah, beliaulah salah satu
orang yang begitu gedubugan demi terwujudnya renovasi gedung sekolah
yang kondisinya sudah sangat memprihatinkan saat itu.
Sewaktu Buntet Pesantren dipimpin oleh
Kyai Dulah, beliaulah salah satu “tangan kanan” Kyai Dulah. Sifat Kyai Ahmad
yang jujur dan ikhlas membuat Kyai Dulah begitu mempercayakan banyak hal dan
urusan kepada Kyai Ahmad Tidjani. Sifatnya yang benar-benar tawadlu dan tidak
mau “tampil” mungkin membuat banyak orang kurang faham dengan peran beliau yang
sangat vital untuk Buntet Pesantren.
Setiap ada acara besar atau tamu besar
yang datang, hampir bisa dipastikan Kyai Ahmad tidak ada di tengah-tengah acara
tersebut atau turut menemui tamu tersebut. Kalaupun datang, mungkin beliau
sengaja kari-karian agar tidak “tersorot” oleh khalayak.
Suatu kali, Buntet Pesantren kedatangan
Hamzah Haz dan saat itu diantara yang nuai Pengurus Yayasan adalah Kang
Soleh Suaedi Busyrol Karim (Kang Ale) dan Kyai Ahmad Tidjani. Karena itu, Kang
Ale yang faham dengan sifat Kyai Ahmad -yang tidak mau tampil- berinisiatif ngampiri
Kyai Ahmad Tidjani. Berbagai argumen dikeluarkan oleh Kang Ale untuk
membujuk Kyai Ahmad agar berkenan turut serta menyambut kedatangan Hamzah Haz,
dan berbagai alasan pula yang diungkapkan Kyai Ahmad agar Kang Ale pergi duluan
(pergi tanpa bersamanya).
“Kulae
dereng siram, dereng siap-siap”. Ujar Kyai Ahmad sebagai salah satu alasan
agar beliau tidak perlu ikut dengan Kang Ale.
Ketika Kyai Nahdudin, sesepuh Buntet
Pesantren yang sekarang rawuh di Buntet, beliau enggan untuk singgah di ndalemnya
yang lama karena ndalem tersebut begitu dekat dengan ndalem Kyai
Nahdudin. Sekali lagi, beliau tidak ingin “tampil” di sekitar pamannya (Kyai
Nahdudin) saat banyak tamu mengunjungi Kyai Nahdudin.
Yang masih terkini, beberapa saat
sebelum diadakan Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Cirebon, salah satu bakal
calon datang ke ndalem Kyai Ahmad. Seperti biasa, bakal calon tersebut showan,
minta petunjuk, restu, dan (mungkin juga) dukungan. Namun dari sejak bakal
calon tersebut datang sampai bakal calon tersebut mau pamit, Kyai Ahmad tidak
berkenan menemui tamu tersebut dan lebih memilih diam di kamarnya.
Semua kehilangannya
Kepergian Kyai Ahmad menghadap Sang
Kholiq membuat begitu banyak kalangan kehilangannya. Beliau dikenal begitu ngladeni
terhadap santri dan jamaahnya. Saat isyhad jenazah Nyai Ghumaeshoh (satu
hari setelah Jenazah Kyai Ahmad dikebumikan), Kyai Hasanudin Kriyani menuturkan
bahwa Kyai Ahmad kapanpun dan kemanapun beliau selalu memenuhi permintaan
siapapun orang/jamaah yang minta dipimpin ziarah oleh beliau. Beberapa hari
sebelum wafat, beliau memimpin rombongan ibu-ibu yang rutin mengikuti
pengajiannya ke Panjalu dan Pamijahan. Bahkan Hanya beberapa jam, belum sampai
satu hari (24 jam) setibanya dari ziarah Panjalu-Pamijahan, beliau berziarah ke
daerah Sumber.
Beliau juga dikenal begitu menjaga
ukhuwah dan silaturrahim baik kepada keluarga, rekan-rekan guru, bahkan para
santri dan/atau alumninya kerap beliau kunjungi. Beberapa hari sebelum
berangkat ziarah ke Panjalu dan Pamijahan, beliau masih menyempatkan diri ke
Tegal untuk menemui para alumninya. Kalaupun tidak sanggup bertatap muka secara
langsung, beliau pasti akan menghubunginya lewat telpon.
“Ya syukur ari sehat sih, nyongan jeh
beli pernah kedeleng, dadi ya biasa bae “wong tua” sih kelangan”. Ucap Kyai Ahmad kepada salah satu rekan
guru -yang menceritakan kepada kami- yang ditelponnya. Beliau menganggap
dirinya adalah orang tua yang punya tanggung jawab terhadap orang-orang di
sekitarnya.
Para santrinya yang sudah tidak mondok
(alumni) juga rutin dihubungi oleh beliau. Beliau menanyakan kualitas,
kuantitas, dan intensitas ibadah santri-santrinya.
“Priben sholat bengie? Masih rutin kan? Dongana
bapa keding”
“Lamon bisa dirutinna puasa sunnah, apa
senen-kemis, apa Nabi Daud.”
Hal-hal di atas, diantara yang diucapkan
Kyai Ahmad saat menelpon santrinya, seperti yang dituturkan oleh salah satu
alumni santri Darul Hijroh II (Al Arifah)
Kepada keluarga, beliau begitu ngaku dan
menjaga ikatan silaturrahim. Menurut Ust. Syauqi (Kang Ugi), sejak Ibunya yaitu
Nyai Maesoh jatuh sakit, Kyai Ahmad rutin menjenguk dan mendoakan beliau.
Bahkan sampai malam jum’at seminggu yang lalu, atau satu malam sebelum Kyai
Ahmad kembali ke sisi Allah, Kyai Ahmad masih menyempatkan diri melakukan
rutinitas malam jumatnya. Padahal kamis dini hari, beliau baru sampai dari
ziarah Pamijahan-Panjalu, dan hari kamis itu, beliau juga ada agenda ziarah ke
Sumber.
Kegiatan pembacaan Manaqib At-tijani yang di pelopori oleh KH. Abdullah Toha (Pengasuh PonPes Raudlatul 'Ulum) dan KH. Ahmad Tidjani yang dilaksanakan di Pondok PonPes Raudlatul 'Ulum, Terisi Indramayu yang rutin dilaksanakan stiap bulan -malam jum'at minggu terakhir- dan di pelopori oleh KH. Abdullah Toha (Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul 'Ulum) dan KH. Ahmad Tidjani Umar Anas. Thoriqot tijani berkembang di Indonesia,salah satunya di Buntet dan dirintis oleh Kakek K. Ahmad :K. Anas |
Rasa tanggung jawabnya terhadap tugas
dan jamaahnya membuat beliau terus beramal baik sampai akhir umurnya. Dengan
aktifitas yang begitu padat (Tegal, Pamijahan-Panjalu, Ziarah ke Sumber,
Menjenguk Nyai Maesoh), Jum’at pagi beliau masih memenuhi tanggung jawabnya
sebagai guru di salah satu sekolah, beliau mengajar murid-muridnya meskipun
tidak “penuh”. Kepada murid-muridnya, beliau merasakan kurang enak badan,
kemudian beliau pamit, semua muridnya pun menyalaminya saat itu. Dengan badan
yang tidak fit, beliau masih memenuhi kewajibannya menjalankan sholat Jum’at.
Selepas sholat Jum’at, beliau dibawa ke Rumah Sakit Ciremai dan langsung masuk
ruang ICU hingga wafat di sana. Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Rooji’un.
Nasihat-nasihat Kyai Ahmad Tidjani
Selain memiliki sifat yang mirip dengan
kakeknya, banyak kerabat dan kolega yang mengatakan bahwa beliau memiliki sifat
mirip pamannya, Kyai Abdullah Abbas yang sangat irit bicara, karena itu
perkataan-perkataan yang keluar dari lisannya hampir semuanya adalah kebaikan
baik ilmu, nasihat, motivasi, dan sebagainya. Bahkan menurut Pa Ubed (salah
satu teman seperjuangannya) guyonan yang sesekali keluar juga gaya guyonnya
sangat mirip dengan gaya guyonnya Kyai Abdullah Abbas.
Berikut, kami cantumkan beberapa
nasihat-nasihat beliau yang kami dapat dari anaknya, Ust. Nemi Mu’tashim
Billah. Dari beberapa nasihat ini, kita juga dapat melihat sedikit sosok Kyai
Ahmad Tidjani Umar Anas.
1. “Nggak perlu gila
jabatan. karena jabatan itu sifatnya sementara”.
2. “Nggak perlu
kirim-kirim Proposal. Proposal utama yg perlu diajukan adalah proposal ke Allah
SWT”.
3. “Iqra' tidak hanya
membaca buku tapi juga membaca diri”.
4. “Memelihara
silaturrahim jauh lebih susah daripada membangunnya”.
5. “Bapa tidak
membutuhkan sertifikasi Guru. Bapa lebih membutuhkan Sertifikasi Allah SWT”.
6. “Apa yg benar menurut
kita, belum tentu benar menurut orang lain”.
7. “Orang-orang itu
berhak utk memeluk Agamanya sesuai dengan keyakinan mereka masing-masing”.
8. “Biarlah mereka
meyakini surga menurut versi mereka sendiri. Kita tidak boleh memaksakan
kehendak soal keyakinan masing2”.
9. “Apa yg terjadi pada
diri kita itu adalah karena perilaku kita sendiri”.
10. “Orang itu tidak semua
senang (ke kita) tidak semua benci (ke kita”.
11. “Ciri-ciri ikhlas itu
adalah ketika kita bisa tersenyum kepada orang yg kita benci”.
12. "Janganlah
menjadi seperti lilin yg bisa memberi manfaat kepada lainnya tapi tidak bisa
bermanfaat untuk diri sendiri".
13. "Kebaikan jangan
diucapkan tapi cukup untuk di dalam hati saja".
14. “Hati adalah
singgasana yg diperebutkan oleh ilham Allah dan ilham setan”.
15. “Tapi jika hati dikuasai ilham setan maka
niscaya orang menjadi fasiq”.
16. “Ingin agar doa itu di
kabul Allah... 1. Jangan su'udzon kepada Allah 2. Jangan suka berbohong”.
17. “Bersyukur itu ada 2
1. Bersyukur qouliyah dan bersyukur fi'liyah”.
bapaaaaaaaaaaaaa :(
BalasHapusPangapurane kula,yang banyak..
BalasHapusterimakasih kang,al fatihah
BalasHapusPosting Komentar