Saya mencoba kembali menceritakan
perjalanan Mang Ayip dengan Komunitas XTC (Exalt To Creativity) dan club motor
lainnya. Karena masih banyak kisah yang belum saya ceritakan. Ketika saya
bertanya ke Mang Ayip tentang kapan pertama bertemu dengan dengan rekan-rekan
XTC. Mang Ayip sendiri lupa, kapan dirinya mengenal komunitas ini sehingga
begitu dekat. Yang masih diingat oleh Mang Ayip adalah, rekan-rekan XTC datang
karena butuh teman ngobrol.
“awalnya mereka main ke rumah
saya, katanya mau ngobrol. Ya silakan, saya menerima siapapun. Ternyata mereka mau
terus berteman dengan saya, ya saya juga tidak masalah” ujar Mang Ayip
Mang Ayip sendiri sangat enggan
jika diposisikan sebagai guru, ustadz atau kyai dari mereka. Beliau selalu
mengatakan bahwa dirinya adalah teman ngobrol dan berbagi cerita saja. Jika
tidak percaya, Mang Ayip menyuruh saya untuk bertanya langsung, apa yang pernah
diajarkannya kepada anak-anak XTC dan rekan ngobrol lainnya. Mang Ayip
mengakui, sekarang ada sekitar 700 pemuda dari berbagai club dan komunitas yang
sering nongkrong dan ngobrol bareng dengan Mang Ayip di Kediamannya di Desa
Padangbenghar Kec. PAsawahan Kab. Kuningan, namun ia menganggapnya sebagai
teman, bukan murid apalagi santri.
“Jumlahnya sekitar 700-an, bukan
dari XTC saja, tapi dari berbagai komunitas lainnya juga,” jelas Mang Ayip.
Pernyataan Mang Ayip memang
diakui oleh Jaka Permana, selaku Ketua XTC Cirebon. Menurutnya, Mang Ayip itu
guru yang tidak menggurui. Sosoknya berbeda jauh dengan orang-orang lain yang
selalu mengatur, mewajibkan bahkan menyalahkan aktivitas anggota XTC ini.
“kalau sama ustad atau Kiai lain
banyak aturan, bahkan posisi kita lebih banyak salahnya dimata mereka. Kalau
sama kang Ayip, ya terserah kita aja maunya gimana,” kata Jaka.
Menurut Mang Ayip, anak-anak XTC
itu bukan anak kecil, mereka sudah dewasa dan mengerti apa yang harus
dilakukan. Mereka juga sudah mengerti mana yang baik dan buruk dan mereka itu
sudah kenyang dengan perintah dan aturan. Jika dekat dengan mereka kemudian
aturan dan larangan tersebut langsung diterapkan, mereka pasti akan melawan.
“terserah semau mereka mau apa,
itu tanggungjawab mereka sendiri,” jelas Mang Ayip.
Ternyata, metode ini bukan karena
Mang Ayip membiarkan mereka untuk berbuat tidak baik, melainkan mengajarkan
mereka untuk berubah karena keinginan pribadi. Bukan karena paksaan atau
kehendak dari orang lain. Hal itu juga yang dirasakan Jaka Permana. Ia kemudian
menceritakan saat pertama kali mengikuti sholawatan yang digelar Mang Ayip
dikediamannya di Padangbenghar. Rekan-rekan di XTC menyebut istilah “Gunung”
jika menyebut kediaman Mang Ayip.
Jaka bersama ratusan anggotanya,
menuju kediaman Mang Ayip dengan mengendarai sekitar 200 motor. Selain ngobrol,
anak-anak XTC diajak Mang Ayip untuk membaca sholawat nariyah secara
bersama-sama. Setelah selesai, ratusan anggota XTC diminta berendam di sungai
kecil yang ada disekitar rumah Mang Ayip. Kejadian tak terduga dan membuat
heran ratusan anggota XTC, saat asap tiba-tiba keluar dari atas kepalanya
masing-masing.
“Itu ada asap keluar dari kepala
saya dan rekan-rekan yang lainnya,” Jelas Jaka sambil tertawa saat
menceritakannya.
Setelah lebih rutin mengikuti
sholawatan dan berbincang dengan Mang Ayip, Jaka merasakan perubahan sendiri.
Walaupun Mang Ayip membebaskan dan tidak membuat aturan kepada anggota XTC yang
berteman dengannya. Namun lambat laun, Jaka merasa malu jika dirinya tidak
sholat dan melanggar aturan-aturan Allah. Kesadaran itu timbul dengan
sendirinya, bukan dari paksaan maupun kehendak Mang Ayip.
“Kang Ayip itu tidak memaksa kita
untuk ini, untuk itu. Kang Ayip juga
jarang membahas masalah agama dan lainnya. Tapi karena sikapnya ini,
kami jadi nyaman. Karena sebelumnya, kalau kami bertemu orang yang mengerti
agama, maka langsung ada aturan dan selalu disalahkan” jelas Jaka..
Berkat dorongan Mang Ayip Juga,
saat ini dirinya sudah bekerja di salah satu tempat wisata di Kota Cirebon. Ia
bahkan mengajak 15 anggotanya untuk bekerja didalamnya, walaupun hanya bertugas
sebagai petugas bawahan. Jaka merasa dirinya memiliki tanggungjawab untuk
mencoba memberikan perubahan yang terbaik untuk anggotanya.
“bahkan sekarang Jaka sudah
menjadi mitra BNN (Badan Narkotika Nasional) untuk membantu kinerja lembaga
tersebut,” tambah Mang Ayip disambut tawa Jaka Permana. Mang Ayip menitipkan
langsung kepada salah satu koleganya yang bertugas di BNN. Sehingga saat ini,
Jaka juga ikut menjaga terjadinya peredaran Narkoba diwilayahnya.
Perubahan juga dialami Jaka di
kehidupan rumah tangganya. Awalnya, Sang mertua selalu menganggapnya jelek
karena bagian dari anggota geng motor. Bahkan saat akan menikah, mertuanya
memberikan dua pilihan kepada calon isterinya tersebut. Pilih orang tuanya,
atau pilih calon suaminya yang tidak lain adalah Jaka yang dianggap geng Motor.
Yang jadi salah satu penguat jaka adalah pesan dari Mang Ayip “Ketika tujuan
kamu baik, maka semuanya akan baik”. Sampai akhirnya Jaka melamar dan menikahi
isterinya yang sekarang.
“Kata Kang Ayip, kalau tujuannya
baik, maka semuanya akan baik. Alhamdulillah, saat itu saya Bismillah melamar
dan saya sampaikan tujuan saya dengan baik. Akhirnya diterima dan menikah.
Sekarang, saya dianggap menantu yang paling baik dan dibanggakan, tidak dicap
geng motor lagi,” Cerita Jaka sambil tertawa. (Bersambung)
Masyaallah... Subhanalloh .... Saya juga merasakan kenyamanan, dan ketawadukan yg berbeda dgn kang Ayib ini, waktu kami berkunjung ke AMERIKA dgn 14 org Pimpinan Pondok Psantren lainnya
BalasHapuswah bolehkah diceritakan pengalaman itunya Mas, nanti insya Allah kami muat di Website ini agar bisa menginspirasi yang lain juga :)
BalasHapusPosting Komentar