KH Abdullah Abbas, KH Abdurrahman Wahid, dan KH Fuad Hasyim (kanan ke kiri) |
Saat Gus Dur mencalonkan diri sebagai presiden Republik Indonesia,
KH Abdullah Abbas adalah orang yang paling kuat menentangnya. Sampai pada
keputusan akhir, para kiai sepakat mencalonkan Gus Dur sebagai presiden, Kiai
Dulah, panggilan masyarakat terhadap KH Abdullah Abbas, tetap menolaknya dengan tetap menghormati keputusan musyawarah para kiai.
Ketika pemilihan presiden berlangsung, putra Kiai Abbas itu menangis. Hal ini
lantaran Kiai Dulah tidak ingin cucu Hadratussyaikh itu jadi tumbal.
“Saya ingat betul, saat pemilihan itu, bapak nangis,” ujar Mohammad
Mustahdi, putra Kiai Dulah saat disowani tim media Buntet, Jumat (9/12).
“Bapak tidak ingin Gus Dur jadi tumbal reformasi,” lanjutnya.
Setelah Gus Dur terpilih sebagai presiden, ada seorang stafnya yang
datang sendirian ke ndalem Kiai Dulah. Dia hanya mengantarkan sebuah pot
yang tertanam kaktus di atasnya.
“Hanya kaktus saja?” tanya wakil ketua Lembaga Pengembangan
Pertanian Nahdlatul Ulama itu.
“Iya,” ujar staf Presiden Abdurrahman Wahid.
Ketika ditanya perihal maksudnya, Kiai Dulah hanya menjawab dengan
senyum. Tidak sepatah katapun keluar. Kang Mustahdi, panggilan akrab Mohammad Mustahdi, menafsiri bahwa Gus Dur ingin mengabarkan kepada Kiai Dulah untuk tidak
perlu mengkhawatirkan keadaannya. Kaktus dapat tumbuh sendiri di tengah padang
pasir yang amat gersang.
(Syakirnf)
Posting Komentar