Dalam rangka menghidupkan sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan, usai Maghrib menjelang tarawih, masyarakat Buntet Pesantren ramai-ramai mengelillingi Pondok Buntet Pesantren sembari membawa obor, Kamis (15/6/2017).

Meski minyak tanah sudah langka dan bambu yang semakin langka, puluhan anak-anak dibantu kakak-kakak dan orang tuanya tetap antusias meneruskan tradisi yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu itu.

“Maleman tanggal selikuree... maleman tanggal selikuree...” teriak bocah-bocah setingkat TK hingga Aliyah itu dipandu orang yang lebih dewasa di antaranya.

Setelah tarawih dan tadarus, Masjid Agung Buntet Pesantren menggelar tradisi rutinan yang juga sudah puluhan tahun dilaksanakan, yakni genjringan. Tabuhan genjring menggema bersamaan dengan selawat yang didendangkan oleh orang-orang yang berada di depan penabuhnya.

Ketua Dewan Khidmat Masjid Agung Buntet Pesantren KH Ade M. Nasihul Umam mengatakan bahwa kegiatan tersebut merupakan bagian dari pemberitahuan kepada masyarakat tentang Ramadan yang sudah memasuki 10 hari terakhir. Selain tentu saja, kegiatan tersebut juga bagian dari ikhtiyar menghidupkan 10 hari terakhir Ramadan.

“Ini bagian dari Ihya asyril awakhir dan i’lam sepuluh hari terakhir,” ujarnya usai genjringan berakhir.

Menghidupkan 10 hari terakhir Ramadan ini dicontohkan langsung oleh Rasulullah saw. Imam Ibn Hajar al-Haytami dalam kitabnya Ithaf ahl al-Islam bi Khusushiyyat al-Shiyam mengambil kesimpulan dari kutipan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa Nabi Muhammad saw mengkhususkan 10 hari terkahir di bulan Ramadan dengan amalan yang tidak beliau lakukan di hari-hari lain.


(Syakirnf)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama