Sumber: Tribunnews.com |
Ramadhan merupakan bulan suci yang muslim di seluruh dunia wajib
berpuasa di dalamnya. Puasa berarti menahan diri dari perkara yang
membatalkannya, seperti makan, minum, dan berhubungan intim, sejak terbitnya
fajar (bukan Subuh, tetapi sekitar 10 menit sebelumnya) hingga terbenamnya matahari secara
keseluruhan.
Sebagai suatu ibadah, tentu orang yang menjalankannya wajib berniat
lebih dahulu. Hal ini guna membedakan antara pekerjaan ibadah dan bukan ibadah.
Adapun niat puasa Ramadhan adalah sebagai berikut.
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ
السَّنَةِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى
Nawaitu
shauma ghadin ‘an adai fardli syahri ramdhani hadzihi ssanati lillahi ta’ala
Saya
niat berpuasa esok hari untuk melaksanakan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini fardu
karena Allah ta’ala.
Perlu diingat, bahwa lafal ramadhan pada niat tersebut
dibaca kasroh, ramadhan(i). Sebab, kata tersebut disandarkan atau
dimudafkan, istilah kaidah bahasa Arabnya, pada frasa setelahnya, yakni hadzihi
ssanati. Penyandaran ini guna memberikan pemahaman bahwa niat puasa
tersebut ditujukan untuk puasa Ramadhan tahun ini, bukan tahun depan, atau
sebelumnya.
Niat puasa boleh mulai dilakukan selepas Isya hingga menjelang
waktu imsak, terbitnya fajar. Umumnya, niat puasa dibacakan bersama selepas
shalat tarawih. Masa niat ini hanya berlaku untuk puasa wajib. Jika puasa yang
dilakukan hukumnya sunnah, boleh niat sebelum waktu dzuhur tiba.
Niat puasa ini harus dilakukan saban malam. Hal ini karena
dikiaskan dengan shalat. Satu hari puasa dianggap sebagai satu ibadah. Imam Al-Sya’rani menulisnya dalam kitab al-Mizan al-Kubra juz 2. Pendapat Imam Syafi’i, Imam Hanafi, dan Imam Hambali ini berarti tidak cukup jika niat yang dilakukan hanya sekali di awal Ramadhan saja. Sebaliknya, Imam Malik membolehkannya. Niat demikian, kata Al-Sya’rani, khusus hanya
bagi para wali Allah. Sebab, hati mereka selalu hadir sepanjang bulan dengan
hanya satu kali niatan.
(Syakir NF)
Posting Komentar