Oleh: Muhamad Kurtubi
Hampir semua jagat politik Indonesia terhenyak alias kaget melihat hasil Pemilihan Gubernur Jawa Barat (Pilgub Jabar). Pasalnya, pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf hingga hari ini, mampu memenangi perolehan suara mengungguli pasangan Agum Gumelar- Nu’man Abdul Hakim dan Danny Setiawan-Iwan Sulandjana. Padahal sebelumnya banyak pengamat mengungguli dua pasangan terakhir bakal memenangi pemilihan.
Prediksi itu rupanya tidak main-main sebab pasangan Danny-Iwan diusung
Partai Golkar dan Partai Demokrat. Sedangkan pasangan Agum-Nu’man
dijagokan oleh PDIP, PPP, PKB, PDS dan partai lainnya. Tapi lagi-lagi
semua prediksi itu pupus sudah.
Setidaknya kita bisa bertanya Apa makna keunggulan pasangan
Heryawan-Dede Yusuf? Apakah masyarakat khususnya warga Jawa Barat
sudash tidak greget daya tariknya kepada kepemimpinan orang tua dan
beralih pada yang lebih muda untuk berkuasa? Atau apakah mesin-mesin
politik sudah tidak
berjalan dengan sebagaimana mestinya? Dua hal itu memang menarik
untuk dicermati bahwa ada banyak hal yang membuat pasangan Hade
lebih unggul.
Pertama, berangkat dari kemunkinan adanya tokoh yang tenar yaitu Dede
Yusuf. Kita tahu dia adalah seorang artis yang berkiprah di DPR.
Kemungkinan ini tampaknya menjadi penentu kemenangan. Orang tidak bisa
menutup mata, bahwa ketenaran nama berbanding lurus dengan perolehan
suara. Contoh lain kita bisa melihat bagaimana pasangan Ismet
Iskandar-Rano Karno. Ketokohan Rano Karno mampu menyedot banyak suara.
Karenanya, tidak heran jika Tantowi Yahya, artis yang memliki nama
bagus ini diprediksi bakal dilirik untuk mengikuti bursa calon Pilkada
mendatang.
Meski Tantowi Yahya sendiri belum bersedia menanggapi bukan hal yang
mustahil ketenaran artis akan banyak mempengaruhi jagad perpolitikan
masa kini. Kecenderungan masyarkat kepada hal-hal yang bersifat
entertaint kini tengah marak dipertontonkan. Hingga kemudian
mempengaruhi konstelasi politik itu sendiri. Masyarakat tidak begitu
dipusingkan akan iming-iming program bagus atau visi dan misi dari
para kandidat. Yang terjadi masih marak di masyarakat kita ini akan
adanya sebuah ketokohan dan ketenaran.
Sementara bila kita melihat negara maju, masayarakat di sana yang akan
memilih rupanya yang menjadi titik perhatian adalah memahami bagaimana
para calon itu mengusung program. Demikian pula perdebatan publik antar
kandidat yagn akan dipilih itu benar-benar diuji. Mereka tidak
bosan-bosannya "diplototi" pengalaman dan juga mental spiritualnya.
Hal ini tentu saja perlu menjadi perhatian kita masyarakat kita
semua. Fenomena ini sebenarnya yang perlu diberdayakan di lingkungan
masyarakat kita. Sebab, kita tidak ingin memilih calon-calon yang
populer yang belum tentu punya kapabilitas mumpuni untuk menjadi
pemimpin.
Faktor kedua, kemenangan Heryawan-Dede juga diperhitungkan karena
didukung oleh laju mesin politik partai yang mengusungnya. Semua
hampir mengethaui tokoh muda Heryawan-Dede Yusuf didikung oleh PKS dan
PAN. Seperti banyak pihak mengakui, kader PKS sangat solid dalam
memberikan dukungan bagi kandidat yang dicalonkan partainya. Mereka
kemudian cukup jeli dengna melihat tokoh muda seperti Hade itu dianggap
populer dan menjadi daya tarik.
Boleh jadi, masyarakat sudah mulai ’’bosan’’ dengan panggung
perpolitikan yang diisi oleh para "artis" lama. Terkait dengan pilpres
mendaatang, apakah fenomena Jabar ini menjadi daya tarik untuk menjadi
pertimbangan pada pilpres tahun mendatang? jawabanya tentu ada pada
para politisi untuk mempertimbangkan ini. Yang pasti, banyak pihak
telah mulai berpikir "saatnya yang muda bicara." Karena tenaga muda
bisa menyegarkan peta perpolitikan bangsa ini untuk berkarya dan
berdarma demi Indonesia tercinta.*
*Penulis, alumni MANU Buntet Pesantren Cirebon bukan aktivis politik.
Posting Komentar