Oleh: KH. A. Mustofa Bisri

Karena melihat sepotong, tidak sejak awal, saya mengira massa yang
ditayangkan TV itu adalah orang-orang yang sedang kesurupan masal.
Soalnya, mereka seperti kalap. Ternyata, menurut istri saya yang
menonton tayangan berita sejak awal, mereka itu adalah orang-orang yang
ngamuk terhadap kelompok Ahmadiyah yang dinyatakan sesat oleh MUI.




Saya
sendiri tidak mengerti kenapa orang -yang dinyatakan- sesat harus
diamuk seperti itu? Ibaratnya, ada orang Semarang bertujuan ke Jakarta,
tapi ternyata tersesat ke Surabaya, masak kita -yang tahu bahwa orang
itu sesat- menempelenginya. Aneh dan lucu.

Konon orang-orang yang ngamuk itu adalah orang-orang Indonesia yang
beragama Islam. Artinya, orang-orang yang berketuhanan Allah Yang
Mahaesa dan berkemanusiaan adil dan beradab. Kita lihat imam-imam
mereka yang beragitasi dengan garang di layar kaca itu kebanyakan
mengenakan busana Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Kalau benar mereka orang-orang Islam pengikut Nabi Muhammad SAW,
mengapa mereka tampil begitu sangar, mirip preman? Seolah-olah mereka
tidak mengenal pemimpin agung mereka, Rasulullah SAW.

Kalau massa yang hanya makmum, itu masih bisa dimengerti. Mereka
hanyalah mengikuti telunjuk imam-imam mereka. Tapi, masak imam-imam
-yang mengaku pembela Islam itu- tidak mengerti misi dan ciri Islam
yang rahmatan lil ’aalamiin, tidak hanya rahmatan lithaaifah
makhshuushah (golongan sendiri). Masak mereka tidak tahu bahwa pemimpin
agung Islam, Rasulullah SAW, adalah pemimpin yang akhlaknya paling
mulia dan diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak manusia.

Masak mereka tidak pernah membaca, misalnya ayat "Ya ayyuhalladziina
aamanuu kuunuu qawwamiina lillah syuhadaa-a bilqisthi…al-aayah" (Q. 5:
8). Artinya, wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu
penegak-penegak kebenaran karena Allah dan saksi-saksi yang adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum menyeret kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah; adil itu lebih dekat kepada takwa.
Takwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kau
kerjakan.

Apakah mereka tidak pernah membaca kelembutan dan kelapangdadaan Nabi
Muhammad SAW atau membaca firman Allah kepada beliau, "Fabimaa rahmatin
minaLlahi linta lahum walau kunta fazhzhan ghaliizhal qalbi lanfaddhuu
min haulika… al-aayah" (Q. 3: 159). Artinya, maka disebabkan rahmat
dari Allah-lah engkau berperangai lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya engkau kasar dan berhati kejam, niscaya mereka akan lari
menjauhimu…"

Tak Mengerti

Sungguh saya tidak mengerti jalan pikiran atau apa yang merasuki
pikiran mereka sehingga mereka tidak mampu bersikap tawaduk penuh
pengayoman seperti dicontoh-ajarkan Rasulullah SAW di saat menang.
Atau, sekadar membayangkan bagaimana seandainya mereka yang merupakan
pihak minoritas (kalah) dan kelompok yang mereka hujat berlebihan itu
mayoritas (menang).

Sebagai kelompok mayoritas, mereka tampak sekali -seperti kata orang
Jawa- tidak tepa salira. Apakah mereka mengira bahwa Allah senang
dengan orang-orang yang tidak tepo saliro, tidak menenggang rasa? Yang
jelas Allah, menurut Rasul-Nya, tidak akan merahmati mereka yang tidak
berbelas kasihan kepada orang.

Saya heran mengapa ada -atau malah tidak sedikit- orang yang sudah
dianggap atau menganggap diri pemimpin bahkan pembela Islam, tapi
berperilaku kasar dan pemarah. Tidak mencontoh kearifan dan kelembutan
Sang Rasul, pembawa Islam itu sendiri. Mereka malah mencontoh dan
menyugesti kebencian terhadap mereka yang dianggap sesat.

Apakah mereka ingin meniadakan ayat dakwah? Ataukah, mereka memahami
dakwah sebagai hanya ajakan kepada mereka yang tidak sesat saja?

Atau? Kelihatannya kok tidak mungkin kalau mereka sengaja berniat
membantu menciptakan citra Islam sebagai agama yang kejam dan ganas
seperti yang diinginkan orang-orang bodoh di luar sana. Tapi… (sumber: gusmus.net)



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama