Oleh: Putri Farah
KEPALA isinya berbeda itu biasa, demikian kata kang Ivan Suhrowardi, tapi menurut saya karena kepala isinya berbeda itulah justru masalah bermula.
Dalam interaksi antar manusia ada dua jenis; mengasikkan dan membosankan. Ada orang yang asyik diajak berteman, berbicara dan bergaul, suka humor, kaya kreativitas dan sangat peduli dengan sesama. Sebaliknyapun banyak sekali. Itu semua ternyata bermula dari muatan otak dan gaya pendidikan yang dijalani serta pengalaman hidup.
Dalam dunia psikologi, isi kepala dibagi menjadi domain kanan dan kiri. Disebut otak kanan dan otak kiri. Dalam bentuknya yang berbeda itu, aksi yang ditimbulkan dari reaksi anggota badan ketika diperintah oleh masing-masing sisi otak itu berbeda pula.
Misalnya, otak sisi kiri berhubungan dengan logika, analisa, bahasa, rangkaian (sequence) dan matematika. Jadi belahan otak kiri berespons terhadap masukan-masukan di mana dibutuhkan kemampuan mengupas/meninjau (critiquing), menyatakan (declaring), menganalisa, menjelaskan, berdiskusi dan memutuskan (judging).
Sementara itu, belahan otak kanan berkaitan dengan ritme, kreativitas, warna, imajinasi dan dimensi. Jadi belahan otak kanan berfungsi kalau manusia menggambar, menunjuk, memeragakan, bermain, berolahraga, bernyanyi, dan aktivitas motorik lainnya.
Sebenarnya kedua belahan otak kiri dan kanan sama penting dan sama kuatnya. Mereka saling melengkapi satu dengan yang lain. Hanya saja masing-masing orang kecendurangannya berbeda.
Dunia seni di Indonesia khususnya dunia tarik suara, kini tengah bergairah sekali. "Dakwah" mereka lebih berhasil dibanding para dai dari kalangan kyai sekalipun dari pesantren. Lihat saja album-album baru bermunculan dan setiap aksi dalam panggung, si grup dan penyanyi itu mendapat hati di hati penggemarnya. Bahkan publik Malaysia begitu gandrung dengan penyanyi Indonesia. Lebih jauh, ada yang mengkalim, dunia seni Indonsia diam-diam menjadi kiblat Asia. Paling subur dan paling spektakuler.
Itu salah satu contoh bagaimana dominan otak kanan daripara seniman itu bisa memberikan naunasa ruang dihati para pendengarnya. Melly pencipta lagu yang paling kreatif dan original sangat bagus karyanya dan hampir setiap karya ciptanya itu diminati dan selalu mendapat tangga teratas lagu-lagu hits.
Bagaimana dengan para kyai, sepertinya Gus Dur, terlepas dari membela atau tidak loh, beliau adalah salah satu kyai yang memiliki kecendrugan otak kanan yang dominan. Argumentasi dan humornya setidaknya memberikan pembuktian di situ. Otak kanan Gus Dur bisa memberikan ruang di hati penggemarnya. Tidak heran para simpatisan Gus Dur ada di mana-mana, dari kalangan tukang becak hingga pemimpin dunia. Disamping itu, kecenderungan yang tidak mau kalah dengan siapapun dan berhasil menegelak dari segala tuduhan dan cercaan merupakan bukti lain kehebatan otak kanan Gus Dur.
Di lain pihak, para penentang Gus Dur, biasanya memiliki kecenderungan pemikiran yang didominasi otak kiri. Selalu saja dalil yang terlihat "matematis" dan saklek menjadi argumen para penikmat domain otak kiri. Tidak ada argumentasi alternatif.
Dalam pelajarna agama, kita sebenarnya diajarkan bagaimana menyeimbangkan dominasi salah satu otak kita. Tasawuuf adalah salah satu contoh bagaimana orang bisa memberikan keseimbangan hidup dan mati. Di dalam tasawuf mengajarkan harmoni kehidupan harus dijaga; perasaan orang, empati dan simpati di situ sangat banyak: sabar, tawakkal, ikhlas dan lainnya merupakan energi otak yang bisa menyeimbangkan kehidupan.
Gus Mus adalah juga sosok kyai seniman yang di dalam otaknya bisa seimbang. Kata-katanya menyejukkan, bijak dan mendalam. Itulah karena beliau salah satunya mendalami tasawuf.
***
Sayangnya, dunia pendidikan sekolah lebih dominan memberikan sisi otak kiri. Anak diminta harus memiliki nilai yang bagus, sementara sisi motorik dan afeksinya masih kurang. Padahal sebenarnya pembelajaran yang menarik membutuhkan dua sisi otak kanan dan kiri. Penerapannya adalah bagaimana memberikan pelajaran agar menarik dan dinamis.
Karena itu metodologi pembalaraan yang bisa memberikan sisi otak kanan kiri yang seimbang bisa mengikuti saran ahli di bawah ini:
1. Tahap pemberian informasi.
Sebelum diberi dialog, pengajar mempersiapkan kerangka berpikir pembelajar dengan memberikan latar belakang situasi atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan pra-dialog. Hal ini bisa dihubungkan dengan budaya atau kebiasaan masyarakat Indonesia.
Asher (1966) mengatakan : "pembelajaran melalui pancaindera penglihatan lebih efisien dan bertahan lebih lama dalam ingatan dibandingkan dengan pendengaran". Dengan pertimbangan di atas, penulis mengombinasi pemberian dialog melalui audio dengan benda-benda konkrit, gambar, gerakan fisik dan ekspresi emosi.
2. Tahap peragaan.
Asher (1966) percaya bahwa kondisi yang optimal untuk belajar adalah bagaimana pembelajar pertama-tama diperkenalkan dengan bahan ajar. Menurutnya, ketrampilan menebak sangat penting dalam belajar dan erat Kaitannya dengan lamanya bertahan dalam ingatan. Implikasinya, jangan berikan terjemahan atau arti langsung kepada pembelajar, tapi biarkan mereka memprosesnya secara mendalam dan menebaknya melalui konteks.
Selain itu Asher mengemukakan : "Semakin tepat pembelajar menebak arti kata, semakin cepat dia belajar kosa kata baru, menyerapnya, mengerti kalimat atau konteksnya dan bertahan lebih lama dalam ingatan". Artinya, jangan biarkan pembelajar menerka-nerka sendiri, tetapi pengajar harus memperkecil kesalahan menebak dengan memberikan gerakan, ekspresi dan cara konkrit lainnya yang memudahkan pemahaman kosa kata baru.
3. Tahap pelaksanaan.
Sesudah pemahaman terjadi, pembelajar diharapkan bisamemproduksi secara terbatas melalui aktivitas yang sederhana. Sesudah itu bisa mengaplikasikannya dalam situasi yang lebih majemuk.
***
Pendeknya, setiap orang ada dimensi masing-masing muatan otaknya. Namun keseimbangan penggunaan otak sangat dibutuhkan. Hanya mengandalkan otak kiri kita jadi stress dibuatnya, seninya gak ada. Gimana gitu bergaul dengan orang yang seriusan terus, tanpa senyum, curigaan terus dll. karenanya mesti diseimbangkan dengan kemampuan otak kanan, bisa sabar, telaten, menghargai orang lain, simpati, empatis, trengginas dll. deh.
Sementara itu jika dominan otak kanan, cenderung leha-leha, santai-santai saja tidak seriusan, banyak berccanda dan kurang fokus dalam hidup. Jadi, sebagaimna para petinggi NU dan kyai serinor bilang, NU itu ada di tengah-tengah (tawasuth) maka otaklah yang menjadi peranan. Jadi ayo pada-pada wong pinter, aja sampe keblinger. Pada-pada wong bodoh, aja ngaku pinter. Wong pinter pirang-pirang, wong bener arang-arang. Wallahu a'lam.
Putri Farah, Santrie Kyai Dulah, sedang belajar di Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Dongakaken ya kang. Tulisan ini pendapat pribadi saja yah, jangan ditafsiri macam-macam. Thanks untuk admin.
Dalam dunia psikologi, isi kepala dibagi menjadi domain kanan dan kiri. Disebut otak kanan dan otak kiri. Dalam bentuknya yang berbeda itu, aksi yang ditimbulkan dari reaksi anggota badan ketika diperintah oleh masing-masing sisi otak itu berbeda pula.
Misalnya, otak sisi kiri berhubungan dengan logika, analisa, bahasa, rangkaian (sequence) dan matematika. Jadi belahan otak kiri berespons terhadap masukan-masukan di mana dibutuhkan kemampuan mengupas/meninjau (critiquing), menyatakan (declaring), menganalisa, menjelaskan, berdiskusi dan memutuskan (judging).
Sementara itu, belahan otak kanan berkaitan dengan ritme, kreativitas, warna, imajinasi dan dimensi. Jadi belahan otak kanan berfungsi kalau manusia menggambar, menunjuk, memeragakan, bermain, berolahraga, bernyanyi, dan aktivitas motorik lainnya.
Sebenarnya kedua belahan otak kiri dan kanan sama penting dan sama kuatnya. Mereka saling melengkapi satu dengan yang lain. Hanya saja masing-masing orang kecendurangannya berbeda.
Dunia seni di Indonesia khususnya dunia tarik suara, kini tengah bergairah sekali. "Dakwah" mereka lebih berhasil dibanding para dai dari kalangan kyai sekalipun dari pesantren. Lihat saja album-album baru bermunculan dan setiap aksi dalam panggung, si grup dan penyanyi itu mendapat hati di hati penggemarnya. Bahkan publik Malaysia begitu gandrung dengan penyanyi Indonesia. Lebih jauh, ada yang mengkalim, dunia seni Indonsia diam-diam menjadi kiblat Asia. Paling subur dan paling spektakuler.
Itu salah satu contoh bagaimana dominan otak kanan daripara seniman itu bisa memberikan naunasa ruang dihati para pendengarnya. Melly pencipta lagu yang paling kreatif dan original sangat bagus karyanya dan hampir setiap karya ciptanya itu diminati dan selalu mendapat tangga teratas lagu-lagu hits.
Bagaimana dengan para kyai, sepertinya Gus Dur, terlepas dari membela atau tidak loh, beliau adalah salah satu kyai yang memiliki kecendrugan otak kanan yang dominan. Argumentasi dan humornya setidaknya memberikan pembuktian di situ. Otak kanan Gus Dur bisa memberikan ruang di hati penggemarnya. Tidak heran para simpatisan Gus Dur ada di mana-mana, dari kalangan tukang becak hingga pemimpin dunia. Disamping itu, kecenderungan yang tidak mau kalah dengan siapapun dan berhasil menegelak dari segala tuduhan dan cercaan merupakan bukti lain kehebatan otak kanan Gus Dur.
Di lain pihak, para penentang Gus Dur, biasanya memiliki kecenderungan pemikiran yang didominasi otak kiri. Selalu saja dalil yang terlihat "matematis" dan saklek menjadi argumen para penikmat domain otak kiri. Tidak ada argumentasi alternatif.
Dalam pelajarna agama, kita sebenarnya diajarkan bagaimana menyeimbangkan dominasi salah satu otak kita. Tasawuuf adalah salah satu contoh bagaimana orang bisa memberikan keseimbangan hidup dan mati. Di dalam tasawuf mengajarkan harmoni kehidupan harus dijaga; perasaan orang, empati dan simpati di situ sangat banyak: sabar, tawakkal, ikhlas dan lainnya merupakan energi otak yang bisa menyeimbangkan kehidupan.
Gus Mus adalah juga sosok kyai seniman yang di dalam otaknya bisa seimbang. Kata-katanya menyejukkan, bijak dan mendalam. Itulah karena beliau salah satunya mendalami tasawuf.
***
Sayangnya, dunia pendidikan sekolah lebih dominan memberikan sisi otak kiri. Anak diminta harus memiliki nilai yang bagus, sementara sisi motorik dan afeksinya masih kurang. Padahal sebenarnya pembelajaran yang menarik membutuhkan dua sisi otak kanan dan kiri. Penerapannya adalah bagaimana memberikan pelajaran agar menarik dan dinamis.
Karena itu metodologi pembalaraan yang bisa memberikan sisi otak kanan kiri yang seimbang bisa mengikuti saran ahli di bawah ini:
1. Tahap pemberian informasi.
Sebelum diberi dialog, pengajar mempersiapkan kerangka berpikir pembelajar dengan memberikan latar belakang situasi atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan pra-dialog. Hal ini bisa dihubungkan dengan budaya atau kebiasaan masyarakat Indonesia.
Asher (1966) mengatakan : "pembelajaran melalui pancaindera penglihatan lebih efisien dan bertahan lebih lama dalam ingatan dibandingkan dengan pendengaran". Dengan pertimbangan di atas, penulis mengombinasi pemberian dialog melalui audio dengan benda-benda konkrit, gambar, gerakan fisik dan ekspresi emosi.
2. Tahap peragaan.
Asher (1966) percaya bahwa kondisi yang optimal untuk belajar adalah bagaimana pembelajar pertama-tama diperkenalkan dengan bahan ajar. Menurutnya, ketrampilan menebak sangat penting dalam belajar dan erat Kaitannya dengan lamanya bertahan dalam ingatan. Implikasinya, jangan berikan terjemahan atau arti langsung kepada pembelajar, tapi biarkan mereka memprosesnya secara mendalam dan menebaknya melalui konteks.
Selain itu Asher mengemukakan : "Semakin tepat pembelajar menebak arti kata, semakin cepat dia belajar kosa kata baru, menyerapnya, mengerti kalimat atau konteksnya dan bertahan lebih lama dalam ingatan". Artinya, jangan biarkan pembelajar menerka-nerka sendiri, tetapi pengajar harus memperkecil kesalahan menebak dengan memberikan gerakan, ekspresi dan cara konkrit lainnya yang memudahkan pemahaman kosa kata baru.
3. Tahap pelaksanaan.
Sesudah pemahaman terjadi, pembelajar diharapkan bisamemproduksi secara terbatas melalui aktivitas yang sederhana. Sesudah itu bisa mengaplikasikannya dalam situasi yang lebih majemuk.
***
Pendeknya, setiap orang ada dimensi masing-masing muatan otaknya. Namun keseimbangan penggunaan otak sangat dibutuhkan. Hanya mengandalkan otak kiri kita jadi stress dibuatnya, seninya gak ada. Gimana gitu bergaul dengan orang yang seriusan terus, tanpa senyum, curigaan terus dll. karenanya mesti diseimbangkan dengan kemampuan otak kanan, bisa sabar, telaten, menghargai orang lain, simpati, empatis, trengginas dll. deh.
Sementara itu jika dominan otak kanan, cenderung leha-leha, santai-santai saja tidak seriusan, banyak berccanda dan kurang fokus dalam hidup. Jadi, sebagaimna para petinggi NU dan kyai serinor bilang, NU itu ada di tengah-tengah (tawasuth) maka otaklah yang menjadi peranan. Jadi ayo pada-pada wong pinter, aja sampe keblinger. Pada-pada wong bodoh, aja ngaku pinter. Wong pinter pirang-pirang, wong bener arang-arang. Wallahu a'lam.
Putri Farah, Santrie Kyai Dulah, sedang belajar di Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Dongakaken ya kang. Tulisan ini pendapat pribadi saja yah, jangan ditafsiri macam-macam. Thanks untuk admin.
Posting Komentar