hormatOleh: H. Dhabas Rakhmat, M.Pd.


BANYAK orang-orang hebat di seki­tar kita:  orang alim, peja­bat terhor­mat atau seorang jutawan. Jika tiba-tiba mereka jatuh terpuruk dan menjadi hi­na oleh suatu se­bab, pe­rin­tah Rasul dengan te­gas: jangan ikut-ikutan meng­­hu­jat seper­ti orang lain. Malahan kita disu­ruh tetap menyaya­ngi mereka. Loh, kok bisa?



Betul! Sabda Rasul ini memang tidak tenar. Entah bagaimana, yang jelas ajaran Rasul ini tertulis dalam kitab Adaabud Dun­nya wal Din, kitab kajian ma­ha­siswa Al Azhar, Kairo, halaman 76. Sabda Rasulullah saw:



قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "إرحموا عزيزَ قومٍ ذلَّ، إرحموا غنيًّا إفتقرَّ, إرحموا عالما ضاع بين الجَُهّّال"



Arti bebasnya: "Sayangilah oleh kalian orang terhomat yang tiba-tiba terhina; sayangilah oleh kalian orang kaya yang tiba-tiba jatuh melarat; dan sayangilah orang alim yang tiba-tiba teggelam kea­liman­­nya saat bergumul dengan orang-orang jahil."

Senada dengan kalimah di atas, kitab Ihya 'ulumuddin pada jilid I, Imam Ghozali menulis hal yang sama:



قال صلى الله عليه وسلم‏:‏ ‏"إرحموا ثلاثة‏:‏ عالما بين الجهال وغني قوم افتقر وعزيز قول ذل"‏



Rasulullah saw bersabda: "Sayangi­lah pada tiga orang: "orang alim diantara orang-orang jahil; orang kaya yang miskin dan orang terhor­mat yang tiba-tiba terhina."



وقال الفضيل ابن عياض رحمه الله‏:‏ إني لأرحم ثلاثة‏:‏ عزيز قوم ذلك وغني قوم افتقر وعالماً تلعب به الدنيا‏.‏


1. Orang Terhomat jadi hina


Sayangilah orang tadinya dihormati luar biasa tiba-tiba kehormatannya diambil oleh Allah, sehingga orang tersebut tidak ada lagi yang meng­hormati.  Pesan Nabi saw: Sayangi­lah orang model begini. Maksudnya, jangan dihujat jangan dicaci maki. Karena tidak jarang orang seperti ini dihujat habis-habisan oleh masyara­kat. Dicaci maki tidak habis-habisnya. Maka kita tidak boleh terlibat di dalam­nya. Jelas sekali ajaran Rasulullah saw : Irhamuu..... sayangilah.....

2. Orang yang Jatuh Miskin

Sayangilah orang yang semula kaya raya, lalu tiba-tiba habis. Maka pesan Rasul saw agar pada orang-orang seperti ini tidak boleh dicibir, disindir atau bahkan dibalik-balik­kan. Misal­nya dengan ung­kap­­an: "ka­mu sih salah dulu, mesti­nya ja­ngan begitu".  Sikap yang terbaik ada­lah mengikuti pesan Nabi saw: Nabi saw: irhamu..., sayangilah.


3. Orang Alim jadi Hina


Sayangilah ulama yang kebetulan aib­nya terbongkar semisal, gara-gara  akrab de­ngan orang yang tidak kenal  atur­an aga­ma (moralitas). Se­hingga agama­nya di­simpan ke da­lam dom­pet. Sehinggalah orang alim ini, men­­­jadi terhina di tengah masyara­kat dan akibatnya terkucilkan.

Pada ulama ini tidak boleh dica­ci maki. Caranya, hindari wila­yah ini. Sebab ba­gai­manapun قد استحق التعظيم  "ulama  ber­hak untuk dihormati". Meskipun orang­­­­nya terkena sial, ilmunya tetap ber­tengger di da­danya. Hanya saja kebe­tul­an ketika pe­ris­tiwa sial itu terjadi, mak­lum ulama ju­ga manu­sia sehingga tidak bisa lepas daripada dosa. Pesan Rasul saw begitu jelas: irha­mu.... Sayangilah!


Mengapa Menyayangi?


Ada hikmah yang bisa dipetik mengapa kita harus tetap menyayangi. Meski ke­banyakan orang mencaci maki ketiga "orang he­bat" di masyarakat ini.


Pertama, menghargai karya dan aktivitasnya. 



Orang-orang hebat itu di sekitar kita sangat banyak. Karya dan aktivitasnya sangat dirasakan untuk masyarakat seki­tarnya. Orang terhormat apakah dia pejabat tinggi atau daerah atau seorang ahli yang karena ilmunya bisa membe­rikan nilai manfaat bagi ling­kungannya. Begitupula, orang -orang kaya tentu saja banyak orang-orang yang terbantu karenanya. Dan Ketiga, orang alim (ulama) dengan ilmunya mengajarkan kebaikan-kebaikan sehingga masyarakat menjadi terbimbing.




Tetapi ingat Ketiga macam capaian ke­suk­sesan di atas, bisa tiba-tiba ber­ubah men­jadi semacam bina­tang buas. Sean­dai­nya tidak pandai-pandai merawatnya, maka siap-siap diterkamnya. Mirip de­ngan is­tilah "alwaktu kas­syaifi" wak­tu iba­rat pedang. Maka siapa yang tidak bisa mem­pergu­na­kan pe­dangnya, akan meng­hunus diri­nya sendiri.


Kedua, menumbuh-suburkan si­kap em­­patis kepada orang lain.



Empatis adalah menempatkan diri seo­lah menjadi dia. De­ngan begitu, kita akan me­ra­sakan apa yang te­ngah di ala­mi­nya. Di samping itu, kita bisa menem­pat­kan bagai­mana kalau posisi kita menjadi yang terhina.




Dengan menerapkan sikap empatis, nis­caya akan terjaga dari sikap mengha­kimi, atau ikut-ikutan mencaci. Sebab urusan dosa yang dilakukan orang  lain bukan­lah urusan kita. Justru sikap yang terbaik seperti yang diajarkan Rasul saw yaitu mengede­pan­kan sikap empatis.


Ketiga, menerapkan (meneladani) sifat kasih sayang Allah Swt.


Memiliki rasa kepekaan kasih sayang terhadap orang lain merupakan salah satu inti ajaran Islam. Bukankah kita selalu diajarkan dengan kalimah bismil­lahir­rahmanirrahim. Allah Maha Kasih dan Maha Sayang. Sekalipun ba­nyak di an­tara hambanya yang meng­ambil "jalan yang salah"  dalam hidup dan ke­hi­du­pan­­­nya, namun Allah tetap me­nya­yangi mereka. Bagaimana gambaran kasih sa­yang Allah pada hambaNya, bisa kita lihat pada hadits berikut:

Diriwayatkan daripada Umar bin al-Khattab r.a katanya: Dia membawa bebe­rapa orang tawanan menemui Rasulullah s.a.w. Seorang wanita dari kalangan tawanan tersebut kelihatan mencari se­suatu. Kemudian dia menemui seorang bayi dari kalangan tawanan, dia meng­am­bil bayi tersebut lalu didukung dan disusuinya. Lantas Rasulullah s.a.w ber­sabda kepada kami: Adakah pada pan­dangan kamu wanita ini sanggup mem­buang anaknya ke dalam api? Kami men­jawab: Tidak. Demi Allah dia tidak sang­gup membuangkannya. Rasulullah s.a.w bersabda: Allah s.w.t amat belas kasihan terhadap hambaNya daripada kasih sa­yang perempuan ini terhadap anaknya. (Al Bayan no. 1598)

Keempat, meneladani sifat kasih sayang Rasulullah saw.

Beliau adalah orang yang berakhlaq mu­lia. Misalnya beliau itu sangat tawa­dlu kepada orang lain. Bahkan seperti yang sering kita dengar, kepada orang yang menyakitinya, beliau masih tetap meng­hargai dan menghormati.

Kelima, menjaga sifat sebagai orang mukmin yang benar.

Maksudnya sebagai seorang hamba muk­min yang benar adalah mengikuti petun­juk Al qur'an. Salah satunya berta­wadlu (rendah hati) kepa­da siapa saja.  Seba­gaimana Firman-Nya:
 

"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan ren­dah hati dan apabila orang-orang ja­hil me­nyapa me­­re­ka, mereka meng­ucap­kan kata-kata yang baik." (Al Furqon: 63) 

Kepada orang-orang jahil saja mesti berprilaku (bebicara) baik, apalagi ke­pada ketiga "orang hebat" di atas.

Akhirnya, jika mau, hidup yang paling enak adalah mau diatur oleh wahyu. Sebab wahyu Tuhan dan petunjuk Rasul saw pasti tidak menyesatkan.


Wallahu a'lam.

Drs. H. Dhabas Rakhmat, M.Pd. 
Keluarga  Buntet Pesantren,  Guru Agama sekaligus Wakil Kepala SMU 47 Kostrad, Keb. Lama  Jakarta Selatan. Beliau juga salah satu Ketua Majelis Ulama Ciputat Tangerang.




Post a Comment

Lebih baru Lebih lama