Dikisahkan pada
suatu masa ada seorang musafir yang
sedang melakukan perjalanan jauh menunggangi kuda. Di tengah perjalanan, ia
dihentikan oleh seseorang yang sedang terduduk dan nampak tak berdaya. Setelah
musafir itu turun dari kudanya, orang itu mulai mengiba.
“Tuan, tolong
bawa saya ke kota. Saya sudah terdampar di tengah gurun pasir ini selama
berhari-hari. Saya tidak makan dan tidak minum. Badan saya lemas dan tak kuat
lagi berjalan.”
Lalu, tanpa pikir
panjang, musafir itu menaikkan orang tadi ke atas punggung kudanya. Namun,
ketika orang tadi sudah duduk di atas punggung kuda, dia langsung meraih
kendali kuda dan menghela kuda itu berlari jauh meninggalkan sang musafir.
Di kejauhan,
orang yang ternyata pencuri kuda itu menghentikan kuda curiannya dan berteriak
sambil terbahak menertawakan kebodohan sang musafir.
“Hahaha.. Dasar
kau musafir bodoh, mau saja kutipu mentah-mentah. Hahaha..”
Sebelum berlari
lebih jauh, sang musafir itu cepat berteriak kepada pencuri kudanya.
“Bawa saja
kudaku. Aku ikhlas. Tapi, tolong jangan ceritakan kepada siapapun bagaimana kau
mendapatkannya. Aku takut tidak akan ada lagi musafir yang mau menolong orang
yang kesusahan di tengah jalan.”
Tidak diceritakan
apakah pada akhirnya pencuri itu mengembalikan kuda curiannya dan bertobat,
atau dia terus saja pergi meninggalkan sang musafir di tengah gurun pasir. Saya
pun tidak begitu yakin apakah ini kisah nyata atau sekadar tamsil (perumpamaan)
untuk kita. Tapi, poin penting dari kisah ini adalah bahwa prasangka buruk bisa
menjadi sangat berbahaya. Jika saja pencuri kuda itu menceritakan tentang aksi
penipuannya dan cerita itu berkembang di masyarakat, maka musafir yang pernah
mendengar cerita itu mungkin akan berprasangka buruk terhadap orang yang
benar-benar sedang kesusahan, lalu akhirnya memutuskan untuk tidak menolongnya
sama sekali.
Prasangka buruk
memang sesuatu yang manusiawi dan wajar, sama wajarnya dengan merasa marah,
sedih, dan lapar. Tapi, semuanya bisa ditahan. Kita yang memutuskan. Dan,
jangan salah, keputusan kita untuk menahannya atau tidak menahannya akan
berpengaruh juga terhadap orang lain di sekitar kita.
Saya jadi
teringat dengan law of attraction yang mengatakan bahwa pikiran positif
akan memancarkan energi positif terhadap lingkungan yang akhirnya membuahkan
hasil positif. Begitu pula sebaliknya. Sebuah kisah nyata yang pernah saya dengar adalah dari
rombongan haji Cirebon. Salah satu anggota jamaah haji ada yang membawa tiga buah ponsel ke Tanah Suci karena takut barangkali salah satunya hilang maka masih
ada yang lain. Dan, benar saja, ketika pulang ke tanah air ponsel yang
dibawanya tinggal satu karena dua ponsel lainnya hilang.
Akhirnya, Tuhan
memang punya kehendak. Tapi, untuk beberapa hal tertentu, kehendaknya terjadi
setelah kita mengusahakannya terlebih dahulu. Terima kasih sudah membaca.
Posting Komentar