Wajahnya memang tampak sepuh, tapi menatapnya sunggguh sangat mendamaikan. KH. Nahdhuddin Royandi Abbas adalah seorang pengasuh pesantren Buntet yang kini tinggal di London, United Kingdom. Saya bersyukur bisa kembali berjumpa dengan beliau, saat menjumpai beliau di Indonesia Islamic Center (IIC), London dalam acara peringatan Maulid Nabi SAW yang diselenggarakan masyarakat Indonesia di Inggris.
Sesaat
sebelum acara dimulai, seperti biasa setiap bertemu beliau, beliau kerap tanpa
basa-basi, to the point saja, "saya punya enam pesan yang harus saya
sampaikan kepada enha" dawuh beliau dengan rendah hati. Saya pun tentu berusaha menjawab dengan penuh kerendahan hati, jujur saya
amat menghormati beliau, bukan hanya kesepuhannya, tetapi
kedalaman ilmu dan kebersahajaannya, pantaslah bila beliau dipercaya
mengasuh pesantren sebesar Buntet, meskipun harus melakukannya dari
jarak jauh. "Iya Kiai, silahkan, saya siap mendengarkan dan mengkuti
dawuh kiai."
"Karena kamu datang ke sini sepulang dari tanah
suci, maka tolong diingat beberapa hal penting berikut!"
Hal yang pertama
harus kamu ingat, setiap kali ke kota suci Mekkah jangan pernah lupa
untuk singgah ziarah ke Ma'la, Rasulullah pernah menyebut pemakaman
ma'la sebagai raudhah atau taman syurga, berdo'a di sana sangat
mustajab.
Kedua, bila kamu melintasi raudhah al-musthafa di masjid
nabawi ada selasar jalan menuju maqam Rasulullah (lokasi yang biasa
dipadati jamaah untuk berziarah, catatan enha), kamu harus berhenti
sejenak karena di situ tempat sangat mustajab.
Pesan Ketiga, datangi
jabal uhud, karena setiap kaki kita menjejak di atasnya itu persaksian
di surga nanti, jabal uhud kata Rasulullah adalah satu-satunya gunung
yang nanti masuk ke dalam surga.
Pesan keempat, bersikaplah sederhana
dalam menyikapi kehidupan ini, karena sikap itu merupakan kebiasaanya
para kekasih Allah."
Tak dinyana, acara sudah harus dimulai sebelum Mbah Din merampungkan enam pesannya. Pak Djamal, salah
seorang pengurus IIC sudah memanggil Mba Ani sebagai pembicara pertama.
Mba Ani sudah kukenal sejak dua tahun silam, persisnya saat aku memenuhi
undangan tausiyah di Calcaster. Mba Ani itu muallaf keturunan Tionghoa.
Nama lengkapnya, Dr. Murniati Mukhlisin, lulusan Glasgow University
pada jurusan akuntansi. Setelah Mba Ani selesai, kini giliranku
memberikan pencerahan. Sebuah topik mengenai Maulid Nabi dan Inspirasi
Peradaban Islam telah kusiapkan, kamipun larut dalam perjalanan menembus
sejarah kenabian dan larut dalam tembang shalawat yang diiringi group
qasidah an-nisa dengan solis bersuara indah, mba Kartini Kholil.
Acara pun usai, sebelum pulang, Mbah Din kembali memanggilku, "masih ada
dua pesan yg harus saya sampaikan." ujarnya. Saya segera mendekat menundukkan
kepala seraya mendengar pesan berikutnya.
"Pesan kelima ini penting
sekali, jangan sampai salah tulis, Indonesia sedang diuji melalui
Jakarta, ada kekuatan politik yang sengaja ingin menjatuhkan presiden
Jokowi. Kasus Ahok hanya sasaran antara. Isu agama menjadi pilihan yang
sengaja diambil, jahat sekali, tetapi kita tak bisa menafikan ada
sebagian tokoh agama yang bermain, mengerikan sekali, umat perlu
diingatkan agar waspada terhadap isu yang memang sensitif ini. Menurut
penglihatan saya, Ahok sama sekali tidak bermaksud menistakan al-Quran,
hanya saja pernyataannya sudah kadung digulirkan dan berpotensi
memecah-belah umat."
Glek.. Saya menelan ludah, ini tokoh
pesantren yang dihormati banyak orang, saya diam saja, bagian pada pesan
yang kelima ini lumayan panjang, tetapi banyak hal yang hemat saya
bukan konsumsi publik, saya keep saja untuk asupan informasi pribadi.
Jujur, saya semakin mengagumi sikap nasionalisme Mbah Din dan
kecintaannya kepada persaudaraan kebangsaan.
"Pesan terakhir
Kyai..." Saya meminta beliau menutup pesannya yang keenam. "Oh ya,
sampaikan ke jaringanmu ya enha, agar ikut partisipasinya untuk renovasi
Musholla Langgar Pusaka Mbah Abbas di Pesantren Buntet."
Inggih
Kyai, insyâ Allah saya sampaikan kepada sahabat yang lain semoga ada
yang tergerak untuk membantu renovasi musholla bersejarah itu.
Teman-teman bisa berkoordinasi langsung dengan Kang Jimmy Mu'tashim
Billah, salah satu Dzurriyahnya Mbah Abbas, ayahanda Mbah Din. Monggo...
Adzan maghrib berkumandang, enam pesan dari KH. Nahdhuddin Royandi
Abbas selesai dituturkan, saya menyimpannya dalam ingatan, dan baru
dapat menuliskannya di Edenburgh Scotlandia, buat Anda semua, tanpa saya
kurangi maupun tambahi, apa adanya, sederhana saja, sebagaimana pesan
beliau kepada saya, bersikap sederhana dalam menyikapi kehidupan ini.
Oleh Kiai Nurul Huda, dengan sedikit penyesuaian
Edenburgh, 9 January 2017
Edenburgh, 9 January 2017
Foto didapat dari akun facebook Kiai Nurul Huda
Posting Komentar