Siswi MIW NU Putri Buntet Pesantren Cirebon |
Matahari telah beranjak naik. Siswi Madrasah Ibtidaiyah Wathoniyah Nahdlatul
Ulama (MIWNU) Putri Buntet Pesantren telah bersiap berangkat sekolah.
Para pelajar itu sejak kelas satu MI sudah dikenalkan bagaimana
merangkai huruf Arab. Huruf mana yang bisa dirangkai dengan huruf lainnya,
huruf mana lagi yang tidak bisa dirangkai setelahnya.
“Pengajaran pertama ya seputar mana huruf yang bisa dirangkai jadi
satu kata dan mana yang tidak,” tulis Muhaerizah, guru MIWNU Putri Buntet
Pesantren saat dihubungi Buntet Pesantren melalui aplikasi Whatsapp.
Level selanjutnya, guru akan memberikan mahfudzot atau quote
berbahasa Arab tertentu sebagai materinya. Selain para siswi mengetahui cara
merangkai huruf demi huruf menjadi satu kata, mereka juga akan mendapatkan
uraian hikmah dari guru itu mengenai kalimat yang diajarkannya.
Pada jenjang evaluasi, mereka akan diuji oleh gurunya untuk menulis
kalimat berbahasa Arab yang didikte oleh gurunya.
Selain dibekali dengan cara menulis kalimat bahasa Arab, tentu yang tidak kalah penting adalah membacanya. Bukan
sekadar membaca tulisan Arab, tetapi membaca ayat Al-Quran sesuai dengan hukum
tajwidnya.
Siswi MIW NU Putri Buntet Pesantren itu sejak dini telah dikenalkan
dengan ilmu tajwid. Mereka tidak hanya mengacu pada satu buku saja, melainkan
berjenjang dengan berbagai levelnya, yakni kitab Hidayatu al-Shibyan karya
Said bin Sa'ad Nabhan, Buku Tajwid Mas’ud, dan Tuhfatul Athfal
karya Sulaiman Al-Jamzuri.
Sementara itu, baru-baru ini ada seseorang yang memberanikan diri
menjadi penceramah di stasiun televisi nasional, tetapi bacaan Al-Qurannya
belum begitu fasih. Hal yang lebih fatal, tulisan yang ditayangkan pada layar
yang ia tunjuk mengandung banyak kesalahan.
Sebut saja, misalnya, ia membaca jelas pada nunnya lafal munkar.
Padahal, jika ditilik secara ilmu tajwid, nun sukun bertemu dengan huruf kaf
itu harus dibaca ikhfa, samar. Pembaca harus membunyikannya dengan
sengau, terdapat getaran di hidungnya.
Selain itu, tulisan tersebut juga memunculkan lafal al-shalat
yang seharusnya ditulis الصلوة tetapi di layar
tersebut tertulis الصلة yang jika dibaca
menjadi al-shilah, artinya relasi atau kaitan.
Melihat hal tersebut, Ibu Eriz, guru MIW NU Putri Buntet Pesantren
itu akrab disapa, miris. Mengingat kesalahan kecil pada pembacaan dan penulisan
Al-Quran dapat mengubah artinya.
“Sangat miris. Masalahnya kan ayat al-Quran itu nantinya fatal jika
salah tulis, otomatis artinya salah,” katanya.
Oleh karenanya, untuk pelajaran menulis, siswi MI Putri lebih dulu diajarkan
untuk belajar menulis mahfudzot.
Di samping itu, program hafal juz 30 juga menjadi program khusus. Mereka
disiapkan untuk tidak hanya hafal, tetapi juga mengetahui penulisannya.
Syakirnf
Posting Komentar