![]() |
Logo JQH NU (sumber: NU Online) |
Jam’iyyatul Qurra wal Huffazh Nahdlatul Ulama (JQH NU) akan
menggelar kongres kelima di Pondok Pesantren Ash-Shiddiqiyah 3 Karawang, Jawa
Barat, pada 11-15 Juli 2018 mendatang. Organisasi yang diinisiasi oleh KH Abdul
Wahid Hasyim, menteri agama saat itu, ini sudah berusia 67 tahun sejak
pendiriannya pada Jumat, 15 Januari 1951 atau bertepatan dengan 12 Rabiul Awwal
1371 saat peringatan Maulid Nabi Muhammad saw di kediaman KH Asmuni, Sawah
Besar, Jakarta.
Pendirian organisasi ini tidak lepas dari peran serta Pondok Buntet
Pesantren. Pasalnya, beberapa pengurus awalnya merupakan warga dan jebolan
salah satu pondok tertua di Jawa Barat itu.
Setahun sebelum diresmikan oleh Kiai Wahid pada tanggal tersebut di
atas, para kiai ahli qurro dan hafizh mewakili organisasi yang dibentuknya
masing-masing bertemu di kediaman menteri agama itu di Jalan Jawa, Jakarta,
pada malam nuzulul qur’an 1370 H. Pertemuan tersebut, sebagaimana yang tercatat
dalam tulisan KH Ayatullah Shaleh dalam buku Susunan Acara MTQ Nasional VII,
MTQ Internasional I Jam’iyyatul Qurra wal Huffazh Nahdlatul Ulama, memutuskan kepengurusan
sementara yang dipimpin oleh KH Abu Bakar Aceh, KH Nazaruddin Latif sebagai
wakilnya, KH Tb Mansur Ma’mun sebagai sekretaris, dan KH Asmuni sebagai urusan
keuangan.
Selepas diresmikan oleh KH Abdul Wahid Hasyim, KH Abu Bakar Aceh
dipercaya sebagai ketua umum JQH untuk masa kepengurusan 1951-1953. Sementara
itu, Ketua I dan II dijabat oleh KH Darwis Amini dan KH Nazaruddin Latif.
Sekretaris I dan II diemban oleh Muhammad Nur dan KH Tb Mansur Ma’mun. Bendaharanya
diamanahkan kepada H Asmuni dan H Abd. Rahim Martam.
Selain pengurus harian, pengurus JQH yang saat itu belum bergabung
dengan NU itu juga diisi oleh 10 anggota, yakni KH M Kasim Bakri, KH M Roji’un,
KH A Nahrawi, Zainal Arifin Datuk, KH R A Jawahir Dahlan, Abdullah Lidi, Sayyid
‘Ubaidillah Assirry, Sayyid Hasan Alaidrus, KH Muhammad Saleh, dan KH Muhammad
Djunaidi.
Pada periode kepengurusan berikutnya (1953-1956), kepemimpinan JQH
dimandatkan kepada KH Tb Shaleh Ma’mun sebagai ketua umum, KH Tb Mansur Ma’mun
sebagai sekretaris jenderal, dan KH Ayatullah Shaleh sebagai sekretaris II.
Warga dan Alumni Buntet dalam JQH
KH Tb Mansur Ma’mun, KH Tb Shaleh Ma’mun, dan KH Ayatullah Shaleh
merupakan alumni Pondok Buntet Pesantren. Sementara itu, KH R Jawahir Dahlan
merupakan putra asli Buntet Pesantren.
Pondok Buntet Pesantren saat dipimpin oleh KH Abbas Abdul Jamil
pernah melakukan pertukaran santri dengan salah satu pondok pesantren di Banten
di bawah asuhan KH Tb Ma’mun. Buntet Pesantren mengirimkan empat delegasinya ke
Banten untuk mengaji kepada Tubagus Ma’mun, yakni KH R A Jawahir Dahlan, KH
Muhammad Hasyim Manshur (ayah KH Fuad Hasyim), K Abdurrauf, dan K Amari. Sementara
Banten mengirimkan delegasinya untuk mengaji kepada Kiai Abbas. Di antaranya,
Tb Mansur dan Tb Shaleh, keduanya merupakan putra Tb Ma’mun.
Sementara itu, perwakilan Buntet mengaji ke Tubagus Ma’mun untuk
memperdalam tilawatil qur’an. Hal tersebut mengingat Tubagus Ma’mun adalah
salah seorang yang suaranya begitu indah. Bahkan, saking indahnya, ia haram
menjadi imam shalat. Pasalnya, suaranya akan membuat ma’mumnya terbuai.
“Beliau cuma satu kali mimpin salat.
Setelah itu diharamkan sama raja karena saking indahnya suara beliau, jemaah
itu jadi hilang konsentrasi,” kata Tubagus Soleh Mahdi, cicit Tubagus Ma’mun,
sebagaimana dilansir Radar Banten pada Jumat (25/5/2018).
Di samping itu, para utusan dari Banten ke Buntet Pesantren
memperdalam ilmu tajwid dengan takhassus mengaji kitab kitab Hirzul Amani wa
Wajhut Tahani (Matn Asy-Syatibiyyah) kepada Kiai Abbas. Hal ini
penulis dengar dari H Imaduddin Zaini, salah satu murid sekaligus keponakan KH
Jawahir Dahlan.
Sayangnya, penulis belum menemukan dokumen atau cerita tahun
pastinya pertukaran santri itu terjadi.
Adapun KH Ayatullah Shaleh penulis temukan namanya dalam buku Perlawanan
dari Tanah Pengasingan karya Zaini Hasan. Ia tercatat sebagai salah satu
penasehat Ikatan Keluarga Alumni Buntet Pesantren yang diresmikan pada 27 Mei
1967 bersama KH Wahib Wahab dan KH Tb Mansur Ma’mun.
(Syakir NF)
Posting Komentar