Sumber: Tribunnews |
Muhammad Fayyad Hadzami*
Dua hari lalu, Jumat (28/9), Indonesia kembali dikejutkan dengan
bencana tsunami yang kali ini melanda Palu, Sulawesi Tengah. Kejadian itu
didahului dengan gempa bumi dengan magnitudo mencapai 7,4 SR yang berpusat di
Donggala, Sulawesi Tengah. Hingga tulisan ini dibuat, korban tewas telah mencapai
832 jiwa.
Tak ayal, masyarakat Indonesia pun sontak merasa berduka
sedalam-dalamnya atas apa yang menimpa saudara sebangsa mereka. Mereka pun
bersama pemerintah lantas dengan sigap langsung memberikan bantuan kepada para
korban berupa tenaga, jasa, materi, maupun ucapan semangat melalui media sosial
untuk segera bangkit.
Hal yang terakhir disebutkan menjadi sangat penting pada situasi
pasca bencana semacam ini, mengingat para korban selamat sangatlah berpotensi
mengalami depresi, trauma, ataupun kehilangan harapan setelah harta benda,
tempat tinggal, dan yang lebih parah, sanak saudara raip diterjang bencana
tersebut.
Namun, mereka bisa mencontoh rakyat Hiroshima-Nagasaki yang bisa
bangkit dan kembali membangun peradaban, setelah mengalami kehancuran parah
disebabkan bom yang menimpa daerah mereka.
Imam Ibnu Malik menulis dalam kitabnya yang berjudul Alfiyyah
li Ibni Malik,
وَعَدِّ
لَازِمًا بِحَرْفِ جَرٍّ # وَإِنْ حُذِفْ فَالنَّصْبُ لِلْمُنْجَرِ
"Ketika huruf jar pada suatu isim hilang, maka isim tersebut
harus dibaca nashab"
Kita tahu bahwa i'rob jar mempunyai alamat asal berupa kasroh,
sedangkan kasroh mempunyai karakter untuk ditulis dibawah suatu huruf. Maka
saat isim dimasuki huruf jar, itu bisa diibaratkan sebagai seseorang yang
sedang berada dalam posisi rendah (terpuruk), dan huruf jar sebagai
penyebabnya. Sedangkan i'rob nashob, secara bahasa, berarti tegak. Sehingga
kaidah tersebut secara tersirat mengatakan kepada kita bahwa,
"Apabila suatu hari sesuatu yang membuatmu terpuruk telah
berlalu, maka bangkitlah dengan tegak !"
Kaidah tersebut mengajarkan kita bangsa Indonesia umumnya, dan
warga Palu khususnya, untuk bisa bangkit (nashab) setelah dilanda bencana. Kita
harus selalu menatap kedepan, hidup harus tetap berjalan. Dan kita pun, sebagai
saudara sebangsa setanah air, hendaknya untuk terus berdoa kepada mereka yang
menjadi korban bencana, untuk selalu diberikan ketabahan dan kekuatan menerima
semua ini, dan tentunya bisa bangkit bagaikan isim manshub yang sudah lepas
dari jeratan huruf jar.
Di samping itu, Imam Ibnu Malik juga menyarankan agar bertawassul
terlebih dahulu kepada beliau sebelum berdoa. Hal ini termaktub dalam bait
terakhir Bab Badal.
وَيُبْدَلُ
الْفِعْلُ مِنَ الْفِعْلِ كَمَنْ # يَصِلْ إِلَيْنَا يَسْتَعِنْ بِنَا يُعَنْ
"... Barangsiapa # yang
datang kepadaku, meminta pertolongan kepadaku, maka ia akan diberi
pertolongan"
Jadi, beliau menjamin akan ikut membantu mendoakan orang-orang yang
dalam doanya, terlebih dahulu bertawassul atau mengirim fatihah kepada beliau.
Maka dari itu, marilah kita berdoa dengan didahului tawassul kepada Imam Ibnu Malik.
Untuk masyarakat Palu dan Donggala, dengan karamah dan barakah Imam
Ibnu Malik, Al-Fatihah!
*Warga Buntet Pesantren yang sedang mondok di Pondok Pesantren
Al-Falah, Ploso, Mojo, Kediri
Posting Komentar