KH Sururi mencium tangan KH Nahduddin Abbas |
Tarbiyah merupakan pendidikan kepribadian
yang membentuk watak seseorang. Berbicara tarbiyah, Kang Abbas dalam siaran langsung
bersama Kang Zahrul Falah di Instagram, menyampaikan satu maqalah, laula
al-ulama lakana al-nasu kalbahaim.
“Jika tak ada ulama, maka sungguh manusia itu
laksana binatang,” katanya menerjemahkan pada Sabtu (10/11) malam di Buntet Pesantren.
Artinya, lanjut santri Pondok Pesantren
Al-Falah Ploso, Kediri ini, ulama menekankan pentingnya adab, pentingnya
akhlak. Sebab, di situlah titik pembeda sebagai makhluk yang sempurna.
Sementara itu, Mas Ayung, sapaan akrab Kang
Zahrul Falah, menyatakan bahwa laku kiai menjadi model utama dalam bentuk
tarbiyah di pesantren. Laku adalah tahap awal membentuk watak orang lain. Sebab,
manusia paling mudah dalam hal meniru ketimbang menerima perintah. Karenanya, ia menyampaikan sebuah ungkapan, lisanul hal afshahu
min lisanil maqal, nasihat laku lebih fasih tenimbang ungkapan lisan.
Hal ini pula, lanjutnya sesuai dengan
tahapan yang telah digariskan oleh Al-Qur’an Surat an-Nahl ayat 125, ud’u ilaa sabili
rabbika bil hikmati wal mauidhatil hasanati wa jadilhum billati hiya ahsan,
ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, nasihat yang baik, dan bantahlah mereka
dengan baik..”
Al-Qur’an menyebut arahan yang baik. Jika kita
tarik mafhum mukhalafahnya, arahan buruk, tentu ini tidak perlu diikuti. Maka, Mas
Ayung, sapaan akrabnya, pun diingatkan dengan dawuh KH Tobroni Mutaad, “Sira
sih kon nyemak tembelek jeh gelem bae (Kamu mau aja disuruh nginjek kotoran
binatang),” kira-kira demikian tutur Kiai Tobroni saat ia mengaji.
Dawuh ini bermula, saat seorang santri diminta
untuk menyebutkan fungsi kalimat dari teks yang ia baca. Namun, santri itu
terdiam beberapa saat sehingga Kiai Oni, sapaan akrab KH Tobroni Mutaad,
spontan menunjukkan hal yang salah. Karena itu, Kiai Oni ngendika
seperti yang disebutkan di atas. Spontan para santri pun tertawa.
Alumnus Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri itu
menjelaskan bahwa maksud pernyataan Kiai Oni adalah bahwa jika guru
memerintahkan atau mengatakan hal yang salah itu tidak perlu diikuti.
Lebih lanjut, guru Madrasah Aliyah Nahdlatul
Ulama (MANU) Putra itu menegaskan bahwa pendidikan adab santri bukan sekadar
menunduk saat bertemu kiai, tetapi lebih dari itu, yakni senantiasa menjaga
hubungan dengannya pasca tidak lagi tinggal di pesantren. Hubungan itu dijalin
dengan doa dan sowan menyempatkan diri bertemu dengannya.
Tidak cukup sampai di situ, hal yang tak kalah
penting lagi adalah tidak membicarakan hal-hal negatif dari sang guru, sang
kiai, beserta seluruh keluarganya. Sebab, hal ini menjadi salah satu kunci
keberkahan ilmu.
(Syakir NF)
Posting Komentar