Oleh: Aden (Alumni Buntet)


Dulu
di Pondok Buntet Pesantren para kyai memiliki sawah. Rata-rata setiap
tahun panen 3 kali. Para santri biasanya terlibat dalam penanganan
pasca panen itu. Setelah itu nasi liwet ditanak sendiri menggunakan
beras pemberian kyai rasanya wangi pulen dan empuk. Tapi kini bukan
saja para kyai tapi juga para keluarga petani lainnya sudah tidak
tertarik lagi bertani?



Pemerintah saat ini dianggap pilih
kasih. Ketika minyak dunia cenderung naik, pemerintah mengimpor minyak
dengan harga tinggi lalu dijual murah. Saat minyak goreng naik
pemerintah pun melakuan impor harga tinggi dan dijual dengan harga
murah pula. Namun giliran petani menjaul padi, harganya tetap rendah
dan saat petani mulai tanam, harga pupuk dibiarkan tinggi.

"Sepertinya
pemerintah itu sengaja mendzolimi petani." ujar penelpon dari Aceh.
dalam sebuah dialog interaktif di radio RRI pro-3 pagi tadi, Sabtu, 19
April 2008.

"Kita sadar bahwa petani merupakan soko guru eknomoi
bangsa ini, namun kelihatannya pemerintah tidak membela petani. Jika
UUD masalah tanah garapan tidak selesai, Siap=siap saja bangsa ini kena
kutuk." umpat seorang penelpon dari wilayah lain.

***

Keprihatinan
dua penelpon tersebut setidaknya bisa mewakili orng yang kesal dengan
kinerja pemerintah dalam hal menangani masalah pangan di Indonesia.
Departemen pertanian yang dianggap bisa mewakliki petani rupanya juga
tidak mampu memberikan solusi yang dapat mengangkat harkat petani.

Para
petani serasa putus asa. Dari saat menanam pupuk dihargai mahal sekali.
Sementara itu, ketika menghadapi pasca panen, petani harus rela padinya
dihargai hanya Rp. 2000,-

Karenanya, petani dari hari ke hari
semakin malas menanam, ditambah para keluarga petani yang berpindah ke
kota, semkain lama lahan pertanian semakin ditinggalkan oleh anak
cucunya. Lebih jauh, tanah garapan pertanian semakin hari digusur untuk
keperluan perumahan dan sarana perkantoran.

Makin hari makin
sulit saja untuk memeperoleh makanan. Bila para petani sudah tidak
setia berkecimpung di sawah, sedangkan pemerintah bila tidak serius
meladeni para jawara petani, siap-siap saja negeri ini dirundung
kesedihan berkepanjangan.

Dari sabang sampai Merauke konon
tanahnya sangat subur. JIka di Jawa sudah berangsur-angsur menipis
tanah garapan petani, hendaknya pemrintah mengalihkan konsentrasi
kepada wilayah lain semisal di Irian jaya, di Sulawesi yang tanahnya
sangat perawan. Tutur penelpon lain mengusulkan.

Akhirnya,
jika pemerintah serius mengurus para jawara petani, maka Insya Allah
keberkahan bumi semakin subur. Sebaliknya, jika terus menerus dibiarkan
petani sendirian itu berarti sama saja pemerintah mendzolimi petani.
Karenanya, janganlah pemerintah mendozlimi petani.

Penulis adalah alumni MANU Buntet Pesantren Cirebon.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama