Dzikir bulanan yang dilakukan oleh para asatidz di Jakarta pada bulan April 2008 ini diselenggarakan di rumah H. Ahmad Saehu, Cakung. Kira-kira 500 meter dari Kantor Walikota Jakarta Timur. Acara dimulai pada pukul 22.00 hingga selesai. Didahului dzikiran, shalawat dan terakhir tausiah. 

H. Najmuddin Muzayyin, salah satu cicit Kyai Anas bin Abdul Jamil  pada sesi pengajian penutup dzikir,  mengawali dengan sebuah ajakan pada kita agar selalu merenungi apa-apa  yang selama ini kita perbuat. Melalui pertemuan malami ini, katanya kita bersama-sama berjanji dan berniat dalam diri kita masing-masing untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah swt.  "Karena iman dan takwa inilah yang akan membawa kebahagiaan yang hakiki dan abadi mulai dari dunia hingga ke akhirat kelak." Nasehatnya mengawali.

Alasan mengapa kita harus selalu merenung,  menurut guru BP SMU 3, Jakarta itu mengatakan bahwa dalam menempuh perjalanan hidup di dunia ini agar mendapat kemudahan di dalam kehidupan kita di akhirat kelak tandasnya.

Kemudian beliau mengutip ayat sebagai dasar  yaitu firman Allah swt:

فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى (5) وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى (6) فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى



"Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan
Allah) dan bertakwa, Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), Maka
kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah." (Al Lail: 5-7)



Ayat tersebut banyak memberikan pelajaran berarti kepada
kita. Memberi kemudahan kepada manusia hidup di dunia dan akhriat. Bila
direnungi maka ayat tersebut memberikan point: 


A'too (أعطى  ) kalimat ini maksudnya "memberikan
sesutu kepada orang lain." Jadi yang harus dipikirkan oleh kita adalah bagaimana
kita bisa memberikan sesuatu kepada orang lain. Bukan bersikap sebaliknya yaitu
manfaat apakah yang bisa diberkan oranag lain kepada kita. 


Karenanya, jika selama ini kita mengharap orang lain agar memberikan
sesuatu kepada kita,  ini masuk kategori
toma'sebuah sifat yang dilarang oleh ajaran Rasulullah saw. 


Kita juga seringkali bersikap keliru misalnya jika sesuatu
itu tidak mendatangkan keuntungan secara materi maka timbulah rasa malas.
Contohnya pertemuan pengajian malam ini. Di dalam pengajian bulanan ini, justru
yang datang malah harus mengeluarkan tenaga, uang dan pikiran. Sebab kadangkala
setiap pertemuan ini, ada permintaan sumbangan untuk membantu pendidikan di
Buntet Pesantren. Kadangkala ada pula permintaan uang ta'ziah ada uang untuk infak
dan lain-lain. Nah, karena kita harus mengeluarkan sejumlah uang dalam
pertemuan ini seringkali persoalan ini kadang menjadi ganjalan untuk saling
bersilaturahmi. 


Namun alhamdulillah, bersyukurlah kita ternyata pertemuan
dzikir bulanan selama ini  kita dikaruniai
semangat dan selalu penuh dihadiri oleh para asatidz di
Jakarta. Meskipun kadangkala  ada juga pikiran nylenehnya misalnya jika
pertemuan itu ada uangnya, dalam hati kadang timbul perasaan "wah di rumah kang
Wahid ada amplpnya nih, saya harus hadir lah!" 


Karena kita ingin meningkat menjadi khalifah, maka tentu
kita harus bisa membalik persoaln itu, yaitu apa yang bisa kita berikan kepada
orang lain bukan sebaliknya apa yang orang lain berikan kepada kita. Jika ini
bisa kita lakukan, Insya Allah kita akan ditolong olehNya. Sebagaimana Allah
berfirman: 



إن تنصروالله
ينصركم


"Jika engkau menolong agama Allah, niscaya engkau akan ditolong olehNya."

Kemudian, jika dalam diri kita ada sebuah keinginan agar
hidup itu bisa bermanfaat bagi orang lain, maka Insya Allah akan diberikan
jalan yang terang apakah di sini atau di akherat kelak. Karena itulah mari kita
untuk selalu dalam hidup itu berpikir manfaat. Sekalipun tidak memiliki
apa-apa, apa-apa maka sebatas mendoakanpun termasuk sedekah. Nabi saw bersabda:
"senyum adalah sedekah" namun senyum yang tulus bukan senyum bisnis atau senyum
basa basi. Dalam Islam kita kenal istilah idholussurur memberikan kesenangan
yang baik kepada orang lain. 


Dalam alquran kita juga disuruh untuk terus meningkatkan
ketaqwaan sebagaimana firman Allah :



ضربت عليهم الذلة أين ما ثقفوا إلا بحبل من الله وحبل من الناس....


"Akan ditimpakan  cobaan kepada kamu, ... kecuali berpegang kepada tali Allah dan kepada manusia...." (Ali Imran: 112)

Dari pelajaran ayat itu, jika kita memiliki hubungan dengan
Allah dalam kondisi lemah maka di dunia akan sengsara demikian juga di akhrat.
Karenanya jalan satu-satunya adalah dengan bertaqwa. Intinya melakukan perintah
Allah dan menjauhi laranganNya. Sementara pengertian taqwa yang lebih tinggi,
meninggalkan perbuatan yang tidak ada manfaatnya. Sebab beberapa kelemahan kita
adalah masih sering melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat yang bernilai
ibadah.




وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى (8) وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى (9)
فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى.... الأية


"Dan adapun
orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup (dari pertolongan Allah
Subhanahu Wata'ala), Serta mendustakan pahala terbaik, Maka kelak kami akan
menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya
apabila ia Telah binasa. Sesungguhnya kewajiban kamilah memberi petunjuk." (Al
Lail: 5-7)



Akhirnya, ayat Wasoddako bilhusna, bersedekahlah dengan perbuatan yang baik, ini harus diyakini bahwa kebaikan itu akan dibalas dengan syurga. Keyakinan ini bisa timbul karena terkait dengan iman. Sebaliknya waamma man bakhila wastaghna....  Adapun orang yang pelit, Maka jalan yang ia tempuh akan mengalami kesulitan. Bila ingin dimudahkan Allah Subhanahu
Wata'ala, maka ikutilah jalan yang telah di tetapkanNya. 


Akhir ceramah disampaikan hingga pukul 2.00 WIB. Kemudian dilanjutkan dengan obrol-obrol kagen karena selama satu bulan satu sama lain masing-masing sibuk. Malam itu pak Dhabas dan rombongan dari Jakarta Selatan pamitan pada pukul 2.30 WIB. (M Kurtubi)



H. Najmuddin Muyazzin (kanan) bersama H. Dhabas Rakhmat (tengah)
saat acara berkumpulnya para warga Buntet Pesantren di Jakarta. 




Post a Comment

Lebih baru Lebih lama