Seperti biasanya, sebelum tahlil umum di makbaroh Gajah Nyambung dimulai, acara diisi dengan penyampaian sejarah pendirian Pondok Buntet Pesantren (9/4/16).
K.H. Ade Nasihul Umam pada kesempatan tersebut menyampaikan bahwa pendiri Buntet Pesantren bernama Mbah Muqoyyim. Namun ada surat beliau yang ditujukan untuk Sultan Khairuddin tertulis nama Muqooyim, dengan alif setelah qaf, bukan tasydid di atas ya.
![]() |
Surat Mbah Muqooyim kepada Sultan Kanoman, diambil dari Buku Perlawanan dari Tanah Pengasingan karya Bapak Zaeni Hasan |
Mbah Muqooyim merupakan mufti kesultanan Cirebon. Semenjak Belanda campur tangan dalam pemerintahan, Mbah Muqoyyim keluar dari kesultanan guna mengembangkan keilmuannya hingga beliau mendirikan Pondok Buntet Pesantren di blok Dawansela, Desa Buntet.
Tak lama di tempat tersebut, Belanda mencium keberadaannya. Sampai akhirnya pesantren yang masih berbentuk langgar tersebut dibakar habis oleh Belanda. Beliau kemudian berkelana ke Tuk guna menemui sahabat karibnya, Kiai Ardi Sela yang saat itu menjadi pemangku wilayah.
Beliau melanjutkan pengembaraannya ke Desa Beji, Pemalang. Di sana beliau menyamar sebagai orang biasa. Tapi kegiatan zikir beliau yang tidak biasa, yakni di tempat yang sangat angker. Konon katanya setiap orang yang masuk tempat tersebut pasti tidak bakal kembali. Tempat tersebut dikenal dengan sebutan Hutan Padurungan. Beliau selamat kembali ke pondok sebagai santri Kiai Abdusalaam. Hal tersebut membuat orang terheran-heran, terutama Kiai Abdussalaam. Hingga akhirnya beliau dikirimi surat oleh Kesultanan Cirebon untuk menangani wabah penyakit toun yang saat itu merajalela di Cirebon.
![]() |
Suasana Tahlil Umum di Maqbaroh Buntet Pesantren dari fanpage FB Alumni Buntet Pesantren |
Ada dua syarat yang beliau ajukan kepada pihak kesultanan. Pertama, kembalikan pangeran santri dari pengasingannya di Ambon. Kedua, dirikan mushalla di setiap desa.
Setelah dua syarat tersebut dipenuhi, barulah beliau menangani penyakit tersebut dengan bertapa di Goa Sunyaragi. Lalu, beliau kembali mengembangkan keilmuannya dengan mendirikan Pondok Buntet Pesantren yang dulu pernah dibangunnya di tempat sekarang.
Beliau berpuasa selama 12 tahun dengan empat pembagian, yakni tiga tahun untuk santrinya, tiga tahun untuk tanah Buntet Pesantren, tiga tahun untuk anak dan cucunya, dan tiga tahun terakhir untuk dirinya.
Setelah penyampain sejarah pendirian Pondok Buntet Pesantren, acara dilanjutkan dengan tahlil umum yang dipimpin oleh K.H. Amiruddin Abdul Karim dan pembacaan doa yang dipimpin oleh K.H. Hasanuddin Kriyani sebagai penutup.
![]() |
Suasana Tahlil Umum di Maqbaroh Buntet Pesantren dari fanpage FB Alumni Buntet Pesantren |
Posting Komentar