Oleh: Abdul Rosyid
taufiqul_hakim, penemu Metode baca KitabSiapa sih yang tidak ingin bisa memahami tulisan-tulisan berbahasa Arab
secara baik dan benar? Tidak ada yang bisa meragu, kitab suci Al-Qur’an
dan teks-teks hadits Nabi serta sebagian besar khasanah keislaman
disuguhkan dengan bahasa dan tulisan Arab. Ada yang berlebihan bahkan
menyebut bahasa Arab sebagai bahasa surga.

Akan tetapi melihat
huruf-huruf yang kelihatan ruwet dalam kitab-kitab kuning atau kitab
gundul itu orang menjadi ngeri. Yang menakutkan lagi, jika orang ingin
bisa berbahasa Arab harus mengeram berlama-lama di pesantren, sampai
tua dan tidak sempat menikah.


Orang harus belajar
ilmu nahwu, memutar-mutar harakat sampai ngelu; harus belajar ilmu
sharaf yang menegangkan saraf, satu kata dibolak-balik menjadi puluhan
kata, puluhan makna. Banyak yang ketakutan bahwa bahasa Arab adalah
bahasa tersulit di dunia.









Hal itulah yang menginspirasi Taufiqul Hakim, seorang kiai muda
usia, untuk menyusun metode pembelajaran kitab kuning secara cepat,
tepat, dan menyenangkan. Metode itu diberi nama ”Amtsilati” yang
terinspirasi dari metode belajar cepat membaca Al-Quran, yakni
”Qiro’ati”. Jika dalam metode Qiro’ati orang bisa belajar membaca
Al-Qur’an dengan cepat, maka dengan metode Amtsilati orang akan dapat
membaca dan memahami kitab ‘gundul’ kitab tanpa harakat, kenapa tidak!!








“Terdorong dari metode Qiro’ati yang mengupas cara membaca yang ada
harokatnya, saya ingin menulis yang bisa digunakan untuk membaca yang
tidak ada harokatnya. Terbetiklah nama Amtsilati yang berarti beberapa
contoh dari saya yang sesuai dengan akhiran “ti” dari Qiro’ati.






Mulai
tanggal 27 Rajab 2001, saya merenung dan bermujahadah, dimana dalam
thoriqoh ada do’a khusus, yang jika orang secara ikhlas
melaksanakannya, insya Allah akan diberi jalan keluar dari masalah
apapun oleh Allah dalam jangka waktu kurang dari 4 hari. Setiap hari
saya lakukan mujahadah terus-terusan sampai tanggal 17 Ramadhan yang
bertepatan dengan Nuzulul Qur’an,” katanya.








”Saat mujahadah, kadang saya ke makam Mbah Ahmad Mutamakin. Di situ
kadang seakan-akan berjumpa dengan Syekh Muhammad Baha’uddin
An-Naqsyabandiyyah, Syekh Ahmad Mutammakin dan Ibnu Malik dalam keadaan
setengah tidur dan setengah sadar. Hari itu seakan-akan ada dorongan
kuat untuk menulis. Siang malam saya ikuti dorongan tersebut dan
akhirnya tanggal 27 Ramadlan selesailah penulisan Amtsilati dalam
bentuk tulisan tangan. Amtsilati tetulis hanya sepuluh hari.”








”Kemudian diketik komputer oleh Bapak Nur Shubki, kang Toni dan kang
Marno. Proses pengetikan mulai dari Khulashoh sampai Amtsilati memakan
waktu hampir 1 tahun. Kemudian dicetak sebanyak 300 set. Sebagai follow
up terciptanya Amtsilati, kami gelar bedah buku di gedung Nahdlatul
Ulama (NU) Kabupaten Jepara, tanggal 16 juni 2002 diprakarsai Bapak Nur
Kholis. Sehingga timbullah tanggapan dari peserta yang pro dan kontra.”








Diceritakan, Salah satu dari peserta bedah buku di Jepara kebetulan
mempunyai kakak di Mojokerto yang menjadi pengasuh Pesantren. Beliau
bernama KH. Hafidz pengasuh pondok pesantren “Manba’ul Qur’an”. Beliau
berinisiatif untuk menyelenggarakan pengenalan sistem cepat baca kitab
kuning Metode Amtsilati, tanggal 30 Juni 2002. untuk acara tersebut
Bapak H. Syauqi Fadli sebagai donatur, menyarankan agar dicetak 1000
set buku Amtsilati dan sekaligus untuk acara Hubbur Rosul di Ngabul
Jepara.








Dari Mojokertolah dukungan mengalir sampai ke beberapa daerah di
Jawa Timur melalui forum yang digelar oleh Universitas Darul Ulum
(UNDAR) Jombang, Jember, dan Pamekasan Madura. Sampai saat ini
Amtsilati telah tersebar ke pelosok Jawa, bahkan sudah sampai ke luar
Jawa, seperti Kalimantan, Batam dan Alhamdulillah telah dikenal di luar
negeri, seperti Malaysia. Dalam waktu 4 tahun kitab amtsilati sudah
diterbitkan tidak kurang dari 5 juta exemplar.








Kitab Amtsilati pertama kali digandakan dengan mesin foto copy.
Hasil penjualannya dipakai untuk menggandakan Amtsilati di mesin
percetakan. Kemudian, hasil penjualan selanjutnya digunakan untuk
membeli mesin cetak sendiri. Setiap kali cetak sejumlah 5000 ekslempar.
Pegawai percetakan adalah masyarakat sekitar, termasuk ibu-ibu rumah
tangga.








***





Taufiqul Hakim lahir pada 14 Juni 1975 di Sidorejo RT. 03 RW. 12
Bangsri, Jepara, Jawa Tengah. Dia adalah anak terakhir dari tujuh
bersaudara. Dia bukan keterunan kiai atau bangsawan. Ayah dan ibunya
hanya petani. Dari tujuh bersaudara hanya dia yang berprofesi sebagai
seorang guru, dan saat ini dia dikenal sebagai kiai. Hal yang paling
disesalinya adalah ketika ayahnya meninggal, dia tidak sempat ikut
mengantarkan jenazah ayahnya karena harus menyelesaikan tugas belajar.








Dia adalah alumnus Perguruan Islam Matholiul Falah Kajen Pati.
Ketika menjadi siswa di Matholiul Falah, dia juga nyantri di Pondok
Pesantren Maslakhul Huda Kajen, yang diasuh oleh Rais “am PBNU KH. MA.
Sahal Mahfudh. Pada tahun yang sama dia nyantri di Popongan Klaten,
belajar Thariqah an-Nagsabandiyah dibimbing oleh KH. Salman Dahlawi,
dan dinyatakan lulus setelah belajar selama 100 hari.








Selain sibuk mengajar dan mengisi pelatihan-pelatihan Amtsilati di
berbagai kota di Indonesia dia juga tetap produktif menulis. Di antara
karyanya adalah Program Pemula Membaca Kitab Kuning: Amtsilati jilid
1-5; Qaidati: Rumus dan Qaidah, Shorfiyah: Metode Praktis Memahami
Sharaf dan I’lâl, Tatimmah: Praktek Penerapan Rumus 1-2, Khulashah
Alfiyah Ibnu Malik, ‘Aqidati: Aqidah Tauhid, Syari’ati: Fiqih,
Mukhtarul Hadits 1-7, Muhadatsah, Kamus At-Taufik 587 halaman, Fiqih
Muamalah 1-2, Fiqih Jinayat, Fikih Taharah, Fikih Munakahat, Fikih
Ubudiyah 1-2, dan beberapa kitab lainnya. Sudah ada sekitar 30 buku,
dan masih terus menulis. “Di mana saja menulis, di mobil, di mana saja
menulis. Kalau ada mud menulis, kalo tidak, ya tidak,” katanya.








Pesantren Darul Falah yang dipimpinnya kini membimbing tidak kurang
dari 650 santri. Santri Darul Falah ada dua kategori: santri tetap dan
santri kilatan. Santri tetap harus mengikuti semua aturan yang ada
dalam program Amtsilati, sementara santri kilatan tidak diwajibkan
banyak hafalan. Masa belajar bagi santri kilatan antara 1 minggu s.d.
dua bulan saja.





Nama Al-Falah diambil dari nama pesantren Matholiul Falah, tempat
dia pernah menjadi santri. Secara tidak resmi, Darul Falah ada sejak
Taufiqul Hakim lulus dari Pesantren. Secara resmi, Darul Falah
didaftarkan ke Notaris (Bapak H. Zainurrohman, S.H. Jepara) tanggal 01
Mei 2002 dengan nomor registrasi 02.








***





Awalnya Tufiqul hakim menyimpulkan bahwa ternyata tidak semua nadzam
atau syair dalam kitab Alfiyah yang disebut-sebut sebagai babonnya
gramatikal arab itu tidak semuanya digunakan dalam praktek membaca
kitab kuning. Dia menyimpulkan bahwa dari 1000 nazham Alfiyah yang
terpenting hanya berjumlah sekitar 100 sampai 200 bait, sementara
nazham lainnya sekedar penyempurna. Dengan bekal hafalan dan
pemahamannya terhadap kitab Alfiyah, dia mulai menyusun metode
Amtsilati. Penyusunan tersebut dia mulai dari peletakan dasar-dasarnya
kemudian terus berkembang sesuai kebutuhan.








Amtsilati memberi rumusan berpikir untuk memahami bahasa Arab. Di
sana ada rumusan sistematis untuk mengetahui bentuk atau posisi satu
kata tertentu. Hal ini dapat dilihat pada rumus utama isim dan fi’il
atau tabel. Lalu juga ada rumus bayangan dhamīr untuk mengetahui jenis
atau kata tertentu; penyaringan melalui dzauq (sensitivitas) dan
siyāqul kalām (konteks kalimat).








Sebelum memasuki praktek, Amtsilati telah memberi rambu-rambu
mengenai kata-kata yang serupa tapi tak sama (homonimi: homografi,
homofoni). Kata-kata yang serupa ini bisa terjadi dari beberapa
kemungkinan: isim; fi’il mādhi; fi’il mudhāri’; fi’il amar; isim fi’il;
huruf; dhamīr; isyrāh; maushūl; dan lainnya. Rumus selengkapnya
terangkum dalam buku Tatimmah 1 hal. 3-7, 10, 12, 15-34.








Kelebihan Amtsilati adalah peletakan rumus secara sitematis, dan
penyelesaian masalah gramatikal Bahasa Arab melalui penyaringan dan
pentarjihan. Selain itu, rumus yang pernah dipelajari diikat dengan
hafalan yang terangkum dalam dua buku khusus, yaitu “Rumus Qaidati” dan
“Khulashah Alfiyah”. Diharapkan, para pemula tidak perlu bersusah-susah
mempelajari bahasa Arab selama 3 sampai 9 tahun; cukup 3 sampai 6 bulan
saja.














Abdul Rosyid
Ketua Forum Mahasiswa Alumni Pesantren Lirboyo (FORMAL)
Tulisan ini diambil dari skripsi penulis berjudul “Metode Amtsilati
dalam Proses Penerjemahan: Studi Analisis Buku ‘Program Pemula Membaca
Kitab Kuning’, Karya H. Taufiqul Hakim” di Jurusan Tarjamah Fakultas
Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. (nam)



Sumber: http://www.nu.or.id



 



 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama